Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Filosofi Rumah Adat Toraja

Kompas.com - 25/06/2009, 16:08 WIB

KOMPAS.com -Tongkonan di Tanah Toraja mempunyai fungsi sosial, budaya, dan adat yang berbeda-beda. Salah satu fungsinya yaitu sebagai tempat untuk menyimpan jenazah.

SUASANA masih pagi. Ketika kabut perlahan menghilang di sebuah bukit kecil samar-samar mulai nampak atap dari bangunan kecil. Ujung atapnya tampak seperti tanduk kerbau namun tak seruncing aslinya. Atap tersebut bukan lagi terbuat dari alang-alang seperti bangunan aslinya tetapi sudah tergantikan dengan seng. Bangunan dengan atap meruncing itu bernama Baruang Tongkonan atau biasa disebut Tongkonan, rumah adat orang Toraja.

"Tongkon artinya duduk. Kata 'an' bisa dikatakan tempat," kata Andre, salah seorang warga Desa Tondon, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Tongkonan adalah tempat orang di desa untuk berkumpul, bermusyawarah, dan menyelesaikan masalah-masalah adat. Tangannya lalu menunjuk ke arah Pegunungan Latimojong, 

"Nenek moyang Orang Toraja dari sana, dan gunung. Dulu, Puang Matua menurunkan tetaa-tetaa Toraja."  Puang Matua artinya Sang Pencipta, atau Maha Esa menurut orang Toraja yang menciptakan isi bumi seluruh isinya.

Menghadap Ke Utara Hampir semua rumah orang Toraja menghadap ke arah utara. Hal ini merujuk Puang Matua berada di kepada dunia yaitu arah utara. Menghadap ke arah Puang Matua berarti menghormati clan dipercaya selalu akan mendapat berkah. Ketika penghuni menginjakkan kakinya di luar rumah, maka seluruh hidupnya akan diserahkan kepada Puang Matua.

Tongkonan sendiri bentuknya adalah rumah panggung yang dibangun dari kombinasi batang kayu dan lembaran papan. Kalau diamati, denahnya berbentuk persegi panjang mengikuti bentuk praktis dari material kayu. Tidak ada pelitur atau pernis, semuanya berasal dari kayu uru, sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi. Kualltas kayunya cukup baik dan banyak dijumpal dijumpal di daerah Toraja.

Ada tiga bagian dari Tongkonan; kolong (Sulluk Banua), bagan (Kale Banua) dan atap (Ratiang Banua). Dilihat dari tampak samping, pembagian ini nampak jelas darn pola struktur kayunya. Pada kolong nampak ruang kosong dan tertutup pada bagian dindingnya yang sambungannya dari papan dengan ketebalan sekitar 5-7 cm.

Pada bagian atap, bentuknya melengkung mirip tanduk kerbau. Di sisi barat dan timur bangunan terdapat jendela kecil, tempat masuknya sinar matahari dan aliran angin. Tongkonan mempunyai masing-masing kolom yang berkumpu pada batu. Kolom utamanya menjadi penyangga struktur atap di sisi ujungnya.

Tidak ada ketentuan khusus ukuran struktur kayu Tongkonan, semua berdasarkan ketersediaan bahan baku kayu uru di pasaran. Pada Kale Banua yang berfungsi sebagai tempat tinggal, lantainya terdiri dari lembaran papan yang diperkuat dengan struktur lantai panggung.

Pada bagian ini mempunyai beberapa fungsi lain seperti ruang istirahat tamu sekaligus ruang upacara syukuran yang berada di di sisi depan dan sebagai ruang keluarga yang sekaligus digunakan sebagai ruang menempatkan jenazah pada saat upacara pemakaman. Pada sisi belakang bangunan terdapat ruang tidur bagi anggota keluarga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com