Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uang Hilang, Anak Tetap Dibui...

Kompas.com - 10/07/2009, 05:41 WIB
 
 

Iwan santosa

KOMPAS.com - Hukum di Indonesia ”ramah” bagi konglomerat bermasalah, tetapi kejam bagi si miskin. Nyonya Nurjati (50), warga Pademangan Barat, Jakarta Utara, ditipu Rp 3 juta oleh ”oknum” yang berjanji membebaskan putranya dari tahanan polisi.

Belum lepas trauma setelah ditipu dengan cara disuruh menyerahkan uang tunai Rp 3 juta di tong sampah ATM BNI 46 di RSCM, Jakarta Pusat, pada hari pemilihan presiden, Rabu (8/7) pukul 11.00, pada sore hari sekitar pukul 16.00 Nurjati kembali diminta untuk membayar Rp 2,5 juta.

Nurjati dibujuk seorang tetangganya yang sedang menelepon seseorang yang katanya sebagai polisi dari Kepolisian Sektor (Polsek) Pademangan. Isi pembicaraan per telepon itu, antara lain, untuk mengubah pasal yang didakwakan agar hukuman terhadap putra Nurjati, yang bernama Agus Maulana, menjadi lebih ringan.

”Saya buta hukum. Saya tidak mau bayar lagi. Uang Rp 3 juta yang diambil penipu saya dapat dari utang ke sana kemari. Ada yang meminjamkan Rp 200.000, Rp 300.000, dan Rp 400.000. Anak saya sudah berdamai dengan keluarga korban, kenapa masalah ini tidak bisa selesai?” kata Nurjati seraya mengusap air mata.

Berbeda dengan konglomerat yang bisa menyewa pengacara papan atas, Nurjati mengaku hanya pasrah. Perempuan ini menghadapi semuanya dengan sendirian, diombang-ambingkan, dan ditipu sana-sini. Penipuan justru berawal dari markas polisi. ”Saya hanya pengin anak saya pulang,” kata Nurjati.

Nyonya Nurjati, istri Yuwono (51), seorang pesuruh sekolah, ditipu mentah-mentah oleh pria yang melalui telepon mengaku sebagai polisi dan sedang menangani kasus yang menimpa Agus Maulana (33), putra Nurjati, dan Sukri (30), putra Solikhin, tetangga mereka yang menjadi tersangka pengeroyokan.

Penipu tersebut melalui komunikasi telepon genggam mencatut nama Kepala Polsek Pademangan Komisaris Wawan Setiawan dan berjanji membebaskan Agus dan Sukri setelah uang tunai diserahkan di tong sampah di dalam boks ATM BNI 46.

Agus dan Sukri menjadi tersangka dalam kasus pengeroyokan Sandi (21) saat terjadi perkelahian, 21 Juni dini hari lalu, di salah satu sudut permukiman padat dan kumuh di Pademangan Barat.

Polisi pun menangkap Agus dan Sukri yang ditahan di Polsek Pademangan sejak 22 Juni. Hari-hari melelahkan pun dimulai bagi Nurjati, ibu dua anak yang hidup sederhana di RT 07 RW 10 Kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara.

Setiap hari ia mengurus putranya di tahanan dan mengupayakan damai dengan keluarga korban. Upaya damai membuahkan hasil, Nurjati dan Solikhin pun membayar biaya pengobatan bagi Sandi sebesar Rp 1,4 juta.

Langkah berikut adalah menemui penyidik di Polsek Pademangan. Nurjati, yang mengaku ditemani pria bernama Katap, diajak menemui seorang penyidik bernama Dani di sebuah ruangan.

”Kami menyerahkan surat perdamaian yang sudah dicap oleh RT dan RW serta kelurahan. Selanjutnya kami (Nurjati dan Solikhin) diminta menunggu di luar ruangan,” kata Nurjati mengisahkan pertemuan tanggal 27 Juni 2009.

Sekitar sepuluh menit menunggu, Katap pun ke luar ruangan. Katap, ujar Nurjati, menyampaikan ada permintaan uang Rp 5 juta dari ”oknum” polisi untuk dapat menyelesaikan kasus itu.

Nurjati pun menawar. Nurjati dan Solikhin hanya mampu menyediakan Rp 3 juta. Namun, tawaran ditolak karena Rp 5 juta adalah harga mati dan tidak bisa ditawar.

Negosiasi buntu hingga pada hari pemilihan presiden, sekitar pukul 09.30, Nurjati ditelepon seseorang di rumahnya. Orang itu mengaku sebagai polisi dan belakangan mencatut nama Kapolsek Pademangan yang menyuruh Nurjati menaruh uang di tong sampah di ATM.

Mencatut nama

Kepala Polsek Pademangan Komisaris Wawan Setiawan, yang ditemui Kamis, mengatakan, kasus itu merupakan murni penipuan. ”Ini sering terjadi. Masyarakat harus waspada,” katanya.

Menurut Wawan, masyarakat banyak yang awam terhadap prosedur hukum. ”Kalaupun sudah ada kesepakatan damai para pihak, itu tidak berarti meniadakan proses hukum yang berlangsung,” kata Wawan.

Wawan menegaskan, tidak benar jika ada polisi yang mengaku bisa mencabut berkas atau mengatur kasus kepada keluarga tersangka ataupun korban.

Meski demikian, ia tidak mengabaikan informasi tentang permintaan uang Rp 5 juta dalam pertemuan di lantai tiga Markas Polsek Pademangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com