Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jemek Pun Melawan Neoliberalisme

Kompas.com - 27/07/2009, 11:19 WIB

Oleh Eny Prihtiyani

Awalnya hanya sebuah bayangan. Lama-kelamaan menjadi sebuah kenyataan. Sang naga hadir menyerang Jemek, dan duel pun tak terhindarkan. Jemek sempat dililit kuat-kuat oleh sang naga. Namun, berkat kecerdikannya, ia sanggup meloloskan diri dari lilitan itu.

Adegan pantomim tak lebih dari 20 menit yang dimainkan seniman Jemek Supardi bersama kelompok Liong, Sabtu (25/7) malam, itu benar- benar memukau penonton. Dengan setting tempat di dapur, Jemek berkali- kali menunjukkan berbagai jenis peralatan dapur yang dimilikinya. Ada srotel (alat untuk menggoreng), erok-erok (pengangkat gorengan), entong (pengambil nasi), dan irus (pengaduk sayuran). Gestur tubuhnya diiringi tembang pangkur Warawedha gubahan Sunan Kalijaga.

Dengan alat-alat masak itu juga, Jemek berhasil mengalahkan naga. Ia sengaja memilihnya karena peralatan itu adalah alat produksi yang menjadi simbol ekonomi tradisional. Saat ini, alat-alat tersebut sudah tergantikan dengan produk-produk pabrikan. ”Alat-alat yang seluruhnya terbuat dari bambu itu sekaligus kecaman terhadap pemanasan global karena alat-alat itu sudah tergantikan oleh plastik,” ungkapnya.

Bagi Jemek, naga adalah simbol kekuatan ekonomi pasar yang pasti akan memakan apa saja yang dilaluinya. Kekuatan yang dalam perkembangannya disebut sebagai paket kebijakan neoliberalisme itu secara nyata telah menghancurkan kekuatan tradisi di tiap negara. Karena sifatnya predator, naga itu harus dilawan.

”Kekuatan ekonomi pasar semakin nyata dengan hadirnya mal-mal di Yogyakarta. Mereka sudah menghancurkan pedagang pasar tradisional. Melihat itu, saya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mencurahkannya dalam karya seni,” katanya.

Pentas pantomim Jemek hasil kerja sama pengelola Pasar Seni Gabusan dan Pemerintah Kabupaten Bantul. Selain warga masyarakat, acara ini juga ditonton sejumlah pejabat Pemkab Bantul dan dosen- dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Rencananya Bupati Idham Samawi akan datang. Namun, setelah ditunggu sekitar dua jam, ia tak kunjung hadir.

Tema melawan neolib dipilih untuk mencerminkan karakter Bantul yang selama ini memilih bertahan dengan tradisi. Salah satunya lewat kebijakan populer Idham Samawi untuk tidak memberikan izin berdirinya mal.

Kebijakan itu sering dilontarkan Idham dalam berbagai kesempatan. Menurutnya, pelarangan mal di Bantul bertujuan untuk melindungi pasar tradisional. Tanpa kebijakan ekonomi protektif, masyarakat akan meninggalkan pasar tradisional dan beralih ke mal-mal.

Komitmen terhadap pasar tradisional juga ditunjukkan dengan merehab tiga pasar tradisional, yakni Pasar Niten, Piyungan, dan Pasar Imogiri pada 2008. Saat ini, Pasar Bantul juga tengah direhab dengan dana Rp 5 miliar. Meskipun sudah direhab, pemerintah juga tidak menaikkan tarif retribusi pasar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com