Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Tewas akibat Muntaber di Bogor

Kompas.com - 27/08/2009, 19:22 WIB

BOGOR, KOMPAS.com — Pemerintah Kabupaten Bogor menyatakan status kejadian luar biasa (KLB) muntaber di tiga kecamatan, menyusul sekitar 300 orang warga terjangkit penyakit tersebut. Dua di antaranya  meninggal dunia akibat terlambat mendatangi pos penangulangannya.

Kemungkinan warga yang terjangkit bertambah, masih terbuka, seperti misalnya di Kecamatan Cisarua. Sebab, sumber air yang tercemar bakteri penyebab muntaber ini masih ada yang belum terdeteksi. "Ada di enam desa. Rata-rata penduduk di situ memang memanfaatkan air Sungai Ciliwung," kata Eulis Wulantari, Kepala Bidang Pencegahan Pemberantasan Penyakit Kesahetan dan Lingkungan, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Kamis (27/8).

Penderita mutaber pertama kali terdeteksi 18 Agustus di Cisarua. Penderitanya mulai melonjak pada 25 Agustus, lalu terdeteksi juga muncul di Kecamatan Caringin dan Cigudeg. Data sampai Kamis petang tercatat 152 penderita di Cisarua, 124 penderita di Kecamatan Cigudeg, dan 27 penderita di Kecamatan Caringin. Yang masih dira wat di rumah sakit atau puskesmas sampai Kamis petang sebanyak 88 orang di Cisarua, 44 di Cigudeg, dan 16 orang di Caringin.

Rata-rata penderita perlu dirawat di rumah sakit atau puskesmas dua hari. Setiap pasien rata-rata mendapat cairan infus RL (Ringer Lactat) lima botol. "Dugaan kuat penderita terkena bakteri ecoli atau samorella. Sebab, gejalanya keram perut, muntah-muntah, lalu diare," kata Eulis di Puskesmas Lebak Wangi Cigudeg, salah satu puskesmas yang merawat pasien muntaber.

Dua penderita yang akhirnya meninggal dunia adalah Susi (23), warga Cisarua dan Tami (14), warga Cigudeg. Susi terlambat mendatangi pos kesehatan dan ketika tiba sudah sangat lemas, tetapi masih tetap mempertahankan ibadah puasanya.

Sedangkan Tami memaksa pulang ketika tubuhnya sudah merasa lebih segar, namun esoknya diantar kembali ke Puskesamas Lebak Wangi dalam keadaan kritis dan akhirnya meningal di puskesmas.

Cukup banyak penderita yang diantar keluarganya ke puskesama atau rumah sakit dalam keadaan dehidrasi akut namun tetap menjalankan puasa. Mereka merasa sayang membatalkan puasanya, sehingga tidak jarang petugas kesehatan memaksanya pasien untuk mau minum.  

"Sudah disuruh buka sejak pagi, tapi tidak mau, Bu. Katanya, nyaah (sayang). Bapak muntaber dari kemarin," kata Mumuh (36), warga Kampung Kedaung. Desa Renggas Jajar, Cigudeg, yang mengantar suamianya, Safrudin (40), ke Puskesmas Lebak Wangi, sore tadi. Safrudin sudah sangat lemas, namun masih tetap puasa.

Selain memberi pengobatan dan perawatan bagi penderita tanpa dipungut biaya apa pun, aparat Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor juga membagikan bubuk kaporit untuk ditaburkan di sumber-sumber air milik warga atau masyarakat.

Sampai Kamis sore, sudah 225 kilogram bubuk kaporit yang dibagikan. Dan, jumlah tersebut akan bertambah karena penelitian sumber air yang perlu diberi kaporit masih berlangsung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com