Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FOTO: Mereka Terpaksa Tinggal di Pinggiran Rel

Kompas.com - 14/10/2009, 16:53 WIB

KOMPAS.com — Tidak semua pendatang ke Jakarta bisa beruntung mendapatkan tempat tinggal yang layak. Banyak di antara mereka terpaksa tinggal di lahan-lahan marginal yang mestinya bukan untuk permukiman.

Sebut saja mereka yang tinggal di bantaran sungai, di kolong jembatan atau jalan layang, atau juga di pinggiran jalur kereta api, seperti di jalur KA Kramat dan Bongkaran Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Mereka membangun tempat tinggal yang umumnya tak layak disebut rumah, tetapi lebih tepat sebagai gubuk. Material bangunannya umumnya dari tripleks, kardus, atau terpal-terpal dan plastik. Tidak nyaman tentu saja, tetapi kondisi seperti itu harus diterima dengan berbagai alasan.

Layaknya sebuah perkampungan padat, segala macam kebiasaan kemasyarakatan juga ada di permukiman liar itu.

Penghuni permukiman itu umumnya adalah pekerja sektor informal yang bekerja di sekitar Pasar Tanah Abang, pasar grosir tekstil terbesar di Asia Tenggara. Karena kondisinya, banyak orangtua tak menyekolahkan anaknya. Anak-anak bahkan banyak yang harus bekerja membantu mencari nafkah keluarga.

Beruntung ada saja pihak-pihak yang peduli pada masa depan anak-anak itu. Mereka sering dikumpulkan di sebuah bangunan yang diberi nama rumah anak jalanan Sahabat Anak untuk belajar membaca dan menulis. Hari Selasa (13/10) kemarin, misalnya, mereka terlihat belajar bersama. Total di kawasan ini ada 70-an anak jalanan yang rutin belajar di rumah anak jalanan itu.

Tinggal di gubuk sempit dan pendek tentu saja tidak nyaman. Kalau siang badan terasa gerah. Maka nongkrong di luar rumah menjadi pilihan. Mereka biasa ngerumpi tentang banyak hal sambil duduk-duduk di sepanjang kanan-kiri rel kereta api.

Bagaimana dengan urusan hajat seperti mandi, cuci, dan kakus? Di sana juga tersedia, meskipun tidak banyak dan kondisinya sangat sederhana. Tak heran banyak ibu-ibu memilih memandikan anaknya di depan gubuk mereka.

Cuci dan jemur pun dilakukan sembarangan sehingga kawasan permukiman padat itu terkesan semakin kumuh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com