Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Babeh Jadi Tujuh Anak

Kompas.com - 15/01/2010, 03:43 WIB

Jakarta, Kompas - Tersangka Babeh (48) mengaku sejak tahun 2007 telah membunuh 7 anak, 4 di antaranya dimutilasi. Tersangka adalah penyuka sesama jenis pengidap nekrofilia dan pedofilia. Hal itu terungkap dalam pemeriksaan psikologis di Polda Metro Jaya, Kamis (14/1).

Nekrofilia adalah kelainan seksual untuk menyetubuhi mayat, sedangkan pedofilia adalah penyuka anak-anak dalam hubungan intim. Demikian disampaikan psikolog Prof Sarlito Wirawan Sarwono kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (14/1). Ia menyampaikan hal itu seusai memeriksa tersangka pada hari kedua kemarin sejak pukul 10.00 hingga 15.00.

Sarlito mengatakan, pola tindakan Babeh terhadap setiap korbannya sama seperti yang ia lakukan terhadap Ardiansyah (9). Semua korban adalah anak jalanan yang tidak ia pelihara. Alat kejahatan yang digunakannya pun sama, yaitu tali rafia dan golok.

Saat ”keinginannya” timbul, Babeh memandikan korban. Babeh menjerat korban hingga tewas dan menyodomi jenazahnya. Korban mengaku mencapai puncak kepuasan saat menjerat dan memutilasi korban.

”Oleh karena itu, ia tergolong pengidap nekrofilia jenis pembunuh atau necrophilic homicide, tetapi sifatnya masih situasional sebab Babeh membunuh karena korban menolak ajakannya, bukan karena harus membunuh sebagai bagian dari hasrat seksual,” ucap Sarlito.

Jenis nekrofilia lainnya adalah nekrofilia umum atau necrophilic regular yang mencari pasangannya di kuburan. Ada juga nekrofilia fantasi yang memenuhi hasrat seksualnya dengan berfantasi berhubungan intim dengan mayat.

Motif pengidap nekrofilia adalah takut ditolak pasangan saat berhubungan intim. Oleh karena itu, mayat merupakan obyek seksual yang tidak bisa menolak atau melakukan perlawanan. Menurut Sarlito, sebagai pengidap pedofilia, korban Babeh rata-rata berumur 8-12 tahun.

 

Menurut Sarlito, perilaku homoseksual Babeh sejak lahir. Sebab, sejak lahir hingga remaja, ia tidak pernah tertarik dengan lawan jenis. ”Saat menikah pada usia 21 tahun pun ia tidak pernah menyentuh istrinya sampai istrinya meninggal,” tutur Sarlito.

Ia menduga Babeh adalah seorang pengidap homoseks bawaan yang rendah diri. Sikap rendah diri itulah yang kemudian membuat Babeh mengidap pedofilia dan nekrofilia.

Sosok

Sarlito lalu menjelaskan sosok tersangka. Babeh adalah anak petani miskin dari Magelang, Jawa Tengah. Karena beberapa kali tidak naik kelas, ia pun diolok-olok sampai akhirnya putus sekolah pada saat kelas III sekolah dasar.

Pada usia 12 tahun, ia kabur ke Jakarta dan hidup menggelandang di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, sampai suatu hari ia disodomi secara paksa.

Babeh kemudian bertemu dengan Cuk Saputra. Dia dibawa ke Kuningan, Jawa Barat, dan diberi pekerjaan memelihara kerbau. Di sana ia menikah. Setelah istrinya meninggal, Babeh kembali ke Jakarta sebagai pengasong rokok dan pengamen di Terminal Pulogadung, Jakarta Timur.

Dalam pergaulannya, ia kemudian cepat akrab dan dicintai anak-anak jalanan. ”Rumahnya menjadi tempat singgah dan tempat menginap anak-anak jalanan. Ia bahkan memasak untuk mereka,” ujar Sarlito.

Pemeriksaan polisi

Sarlito menjelaskan, pengakuan Babeh bahwa telah membunuh tujuh anak adalah hasil pemeriksaan psikologis yang dilakukan kepolisian.

”Itu hasil kerja polisi. Setelah mendapat cukup bahan tentang pembunuhan anak, dengan metode interogasi tertentu, polisi mendapat pengakuan Babeh. Setelah mendapat pengakuan tersangka, polisi mencari dan mendapatkan barang bukti yang mendukung pengakuan tersangka,” papar Sarlito.

Kepala Satuan Kejahatan dengan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta membenarkan penjelasan Sarlito. Meski demikian, ia menolak memberikan informasi lebih terinci mengenai empat korban Babeh lainnya.

Pengacara Babeh, Rangga B Rikuser, saat dihubungi terpisah mengatakan hal serupa. Menurut dia, pemeriksaan psikologis pada hari kedua itu didampingi rekan pengacaranya, Hoslan B Hutapea.

Rangga menjelaskan, sehari sebelumnya, Babeh juga diperiksa tiga psikolog dari Mabes Polri, yaitu Yoyo, Agus, dan Kartika. ”Dia diperiksa dari pukul 09.30- 14.30 di Polda Metro Jaya,” ujarnya.

 

Dalam pemeriksaan psikologis, Babeh diminta menjawab 500 pertanyaan tertulis. ”Klien saya menjawabnya juga secara tertulis. Dia tidak mau menjawab secara lisan. Orangnya sangat sensitif. Tak mau dibentak-bentak atau diburu-buru. Kata para psikolog, klien saya tergolong orang yang introver. Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran,” ujar Rangga. (WIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com