Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Air Tanah Memprihatinkan

Kompas.com - 04/02/2010, 15:09 WIB

Bandung, Kompas - Kondisi air tanah di Kota Bandung memprihatinkan. Hal itu disebabkan buruknya penyerapan air tanah akibat kerusakan lingkungan dan tingginya penyedotan air tanah.

Demikian dikatakan Kepala Pusat Lingkungan Geologi Badan Geologi Danaryanto soal persediaan air tanah di Cekungan Bandung di sela-sela Kolokium Badan Geologi, Rabu (3/2) di Bandung. Wilayah Cekungan Bandung meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi.

Danaryanto mengatakan, penggunaan air tanah meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan industri. Di sisi lain potensi penyimpanan air semakin berkurang akibat kerusakan lingkungan. Saat ini kapasitas air tanah di Cekungan Bandung 118 juta meter kubik per tahun dengan tingkat penggunaan tinggi, sekitar 40 juta meter kubik per tahun.

Akan tetapi, angka itu berpotensi cepat berubah. Ia khawatir kemampuan penyimpanan air tanah menurun bila tidak ada perbaikan lingkungan. Data Pusat Lingkungan Geologi menunjukkan, dalam 20 tahun terakhir penurunan permukaan air tanah mencapai 80 meter. Variasi penurunan per tahun adalah 0,01-6,26 meter.

Bila tidak segera diatasi, Danaryanto yakin Bandung akan mengalami krisis air, khususnya pada musim kemarau. Persediaan air tanah akan tersedot dengan cepat karena aktivitas industri dan masyarakat yang telah membuat lebih dari 1.000 sumur bor.

"Menipisnya persediaan air membuat banyak orang justru berlomba-lomba membuat sumur bor. Berdasarkan pantauan kami, kedalaman tiap sumur di Bandung sudah mencapai 50 meter. Ironis karena kedalaman idealnya kurang dari 50 meter," katanya.

Ia berharap pemerintah tegas dengan kondisi ini. Selain menerapkan aturan hukum yang ada, pemerintah sebaiknya meminta kompensasi pada perusahaan yang menggunakan air tanah dalam jumlah besar, di antaranya kewajiban membayar pajak lebih tinggi daripada perusahaan lain.

"Akan tetapi, yang terpenting adalah penghijauan untuk mengembalikan fungsi alami penyerapan air tanah," ujarnya.

Terbuang

Dalam kesempatan berbeda, anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Supardiono Sobirin, mengatakan, Jawa Barat diperkirakan hanya memiliki cadangan air 8 miliar meter kubik pada musim kemarau. Padahal, pada musim hujan, air yang mengalir di Jabar diperkirakan 81 miliar meter kubik. Artinya, 73 miliar meter kubik air hujan terbuang karena lingkungan yang rusak tak mampu menyimpan air.

"Minimnya persediaan air tanah itu membuat Jabar kerap kekeringan saat musim kemarau. Tapi, saat musim hujan, peresapan air yang buruk membuat beberapa daerah di Jabar menjadi langganan banjir," kata Sobirin. (CHE)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com