Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Bandung Lewat Pinggiran

Kompas.com - 05/02/2010, 10:15 WIB

Jalan tol Purbaleunyi (Purwakarta-Bandung-Cileunyi) membuat Jakarta-Bandung seperti tak berjarak lagi. Beberapa kali saya berangkat dari Semanggi di Jakarta Selatan dan tiba di Pintu Tol Pasteur, Bandung, 2 jam kemudian. Padahal, pada saat-saat macet, jarak dari Semanggi hingga ke rumah saya di Sentul City sering kali juga harus ditempuh dalam waktu 2 jam.

Semula banyak orang beranggapan bahwa dengan hadirnya jalan tol itu, hotel-hotel di Bandung akan sepi mengingat banyak orang dapat pergi-pulang tanpa menginap. Nyatanya, setelah jalan tol itu beroperasi, semakin banyak pula hotel baru bermunculan di Bandung.

Yang jelas, banyak tempat makan di lintasan lama yang kini kehilangan para tamunya. Bahkan, banyak yang terpaksa melakukan downsizing. Rumah Makan Alam Sari, misalnya, yang dulu pernah punya empat lokasi, sekarang hanya tinggal dua. Itu pun terpaksa dengan cara membuka lokasi baru yang tampak dari jalan tol. Tidak sedikit warung kecil yang terpaksa gulung tikar karena kehilangan traffic yang semula mengarus 24 jam di lintasan itu.

Soto Sadang di pinggiran Purwakarta, contoh yang lain, tampak agak sepi sekarang. Untungnya, soto Sadang melakukan “jemput bola” dan membuka gerai-gerai kecil di beberapa SPBU di jalan tol Jakarta-Cikampek maupun Purbaleunyi. Bila kangen Soto Sadang, biasanya saya singgah di pitstop Kilometer 57 Cikampek-Jakarta. Pilihannya adalah soto dengan kuah bening atau santan, dengan isian ayam, sapi, atau babat. Soto Sadang sekarang juga menyediakan sop buntut.

Purwakarta

Minggu lalu, saya sengaja pergi ke Bandung melewati lintasan lama. Kota pertama yang saya singgahi adalah Purwakarta. Selain soto sadang, Purwakarta juga terkenal dengan sate maranggi. Terus terang, saya lebih suka sate maranggi gagrak Cianjur. Di Cianjur, sate maranggi hanya dibuat dari daging sapi.

Setelah dagingnya dirangkai menjadi sate, direndam dalam bumbu yang utamanya terdiri atas kecap manis dan ketumbar sehingga hasil akhirnya adalah tendangan rasa mirip dendeng. Sate maranggi gagrak Cianjur ini mirip sekali dengan sate sapi manis di Ungaran, seperti Pak Kempleng atau Pak Isman.

Di Purwakarta, satenya hanya direndam dalam kecap manis. Ada pilihan daging, yaitu sapi atau kambing. Karena direndam semalam, secara teknis dagingnya telah mengalami pelayuan (aged) sehingga membuatnya lebih empuk.

Sayangnya, di Purwakarta juga tidak ada tradisi makan sate maranggi dengan nasi uduk. Di Cianjur, sate maranggi umumnya dimakan dengan nasi uduk yang dimasak dengan sedikit kunyit sehingga warnanya kuning muda. Satenya juga disajikan dengan sambal oncom.

Di Desa Cihuni, pinggiran Purwakarta, ada beberapa penjual sate maranggi. Salah satu yang paling terkenal adalah Mang Use. Sebetulnya, dibandingkan dengan yang lain, Mang Use relatif belum lama berjualan. Sejak tahun 1998 ia berjualan keliling kampung dengan pikulan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com