Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kawasan Puncak, Etalase Kegagalan Pemerintah

Kompas.com - 20/02/2010, 13:53 WIB

BOGOR, KOMPAS.com — Kesemrawutan tata ruang Kawasan Puncak Bogor merupakan etalse ketidakmampuan pemerintah pusat menangani tata ruang dan bangunan. Padahal seharusnya Kawasan Puncak dan Sungai Ciliwung menjadi ikon idealisme pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di Indonesia.  

Direktur Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Instititut Pertanian Bogor Dr Ernan Rustiandi menegaskan hal itu di Kampus IPB Baranangsiang, Kota Bogor, Jumat (19/2/2010). Ia dan timnya baru saja memaparkan hasil penelitian dan kajian mengenai Bencana Antropogenik (akibat ulah manusia) dan Inkonsistensi Tata Ruang, Kasus Jabodetabek Kawasan Puncak.  

Menurut Rustiandi, berdasarkan hasil penelitian dan kajiannya, terjadi inkonsistensi tata ruang di Kawasan Puncak, yang terjadi pada kawasan hutan dan perkebunannya. Inkonsistensi tata ruang di kawasan tersebut bukan akibat kemiskinan warga setempat sehingga lapar tanah, melainkan akibat keserakahan kelompok masyarakat elite dan konflik tata kelola.  

"Konflik tata kelola, yang berarti ada pada pemerintah, terutama terjadi pada kawasan yang dikelola dan kewenangan utamanya ada pada pemerintah pusat, yakni pada kawasan hutan dan kawasan perkebunan teh," katanya.  

Luas total inkonsistensi pemanfaatan ruang Kecamatan Cisarua mencapai 1742,58 hektar atau 23,53 persen dari luas total kecamatan tersebut (7.406,30 hektar). Desa dengan inkonsistensi terbesar adalah Desa Tugu Utara, yakni mencapai 570,69 hektar atau 32,7 persen dari luas inkonsistensi Kecamatan Cisarua. Bentuk inkonsistensi terbesar adalah perubahan hutan lindung menjadi kebun teh yang mencapai 524,18 hektar (7,08 persen).  

"Kami punya data lengkap lokasi-lokasi inkonsistensi tata ruang tersebut, yang dapat dipakai sebagai data awal bagi PPNS (penyidik pegawai negeri sipil) untuk penyidikan kasus pelanggaran tata ruang ini. Ada 1.863 poligon, kecil-kecil dan menyerbar, dan banyaknya di lahan konservasi, " ungkap Rustiandi.  

Lebih lanjut, Direktur P4W IPB tersebut menyayangkan pemerintah pusat tidak serius membenahi tata ruang Kawasan Puncak dan Sungai Ciliwung. Padahal, keinkonsistenan tata ruang di Kawasan Puncak dan DAS Ciliwung dilihat langsung para pejabat karena mereka banyak melintas atau datang ke kawasan tersebut. Bencana yang timbul akibat inkonsistensi tata ruang tersebut juga dirasakan pemerintah pusat, seperti banjir yang selalu terjadi di Jakarta.  

"Faktanya, Kawasan Puncak telah menjadi etalase kemewahan kelompok elite kota, dengan vila-vila atau perumahan mewahnya, yang mempertontonkan pelanggaran yang secara jelas, di atas penderitaan dan musibah yang menimpa masyarakat banyak, yang kebanyakan orang miskin, " katanya.

"Kalau pemerintah, khususnya pemerintah pusat, tidak mampu menangani permasalahan inkonsistensi tata ruang Kawasan Puncak dan Sungai Ciliwung ini, maka bagaimana pemerintah mampu menangani tata ruang dan lingkungan hidup yang jauh dari pusat pemerintahan," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com