Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lindungi Air Tanah, DPRD Susun Raperda

Kompas.com - 12/03/2010, 13:52 WIB

Semarang, Kompas - Komisi D DPRD Jawa Tengah saat ini sedang menyusun rancangan peraturan daerah inisiatif mengenai pengaturan konservasi air tanah. Peraturan daerah ini diharapkan dapat menjadi payung hukum untuk melindungi potensi air tanah di Jateng, khususnya pengaturan konservasi cekungan air tanah lintas kabupaten/kota.

Anggota Komisi D DPRD Jateng, Sri Praptono, Kamis (11/3), di Semarang, mengatakan, Jateng memiliki potensi air tanah sebanyak 7,4 miliar meter kubik per tahun. Potensi itu terletak di 31 cekungan air tanah yang terdiri 19 cekungan lintas kabupaten/kota, enam cekungan lintas provinsi, dan enam cekungan di wilayah kabupaten/kota.

Pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, daerah resapan air dan mata air terletak di kabupaten/kota yang berbeda. Oleh karena itu, pengawasan konservasinya menjadi sangat lemah.

"Sekarang kabupaten/kota cenderung tidak memikirkan konservasi air tanah," kata Sri.

Penyusunan raperda ini juga untuk mendorong tertibnya pengaturan konservasi air tanah. Saat ini ada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang memberi kewenangan pemerintah kabupaten/kota mengeluarkan izin pemanfaatan air tanah. Padahal, sebelum ada UU ini, izin pemanfaatan air tanah lintas kabupaten/kota langsung ditangani provinsi.

Dengan adanya undang-undang itu, pemprov kehilangan wewenang menangani konservasi air tanah secara langsung. "Izin di kabupaten/kota, tetapi kewajiban konservasi di tingkat provinsi. Sulit jadinya," kata Sri.

Komisi D berharap peraturan daerah ini dapat mengantisipasi pengeboran sumur liar dan potensi air tanah di Jateng dapat dimanfaatkan dengan maksimal.

Menurut Sri, di Jateng saat ini ada 5.129 sumur, 4.248 di antaranya aktif. Pemanfaatan air tanah per bulan mencapai 10 juta meter kubik.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Jateng Djoko Sutrisno mengatakan, pengeboran sumur liar terjadi karena pengawasan di daerah yang sangat kurang. "Memang sulit untuk mendeteksi karena masyarakat melakukannya secara tertutup," kata dia.

Menurut Djoko, pengeboran sumur liar juga terjadi akibat kurangnya kesadaran masyarakat akan konservasi air tanah. Pengeboran sumur seharusnya dilakukan instansi pemerintah atau badan usaha yang ditunjuk. (DEN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com