Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Odan Cuma Ingin Rumahnya Kembali...

Kompas.com - 28/03/2010, 11:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Situasi peringatan satu tahun terjadinya bencana Situ Gintung berlangsung bersahaja. Warga perkampungan sekitar Situ Gintung, Cireundeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, saling mengucap syukur masih bisa menjalani hidup satu tahun sejak "tsunami kecil" itu pada 27 Maret 2009. 

Di antara ratusan warga itu, sesosok pria paruh baya berbaju koko putih dan kopiah hitam tampak akrab bersenda gurau dengan warga-warga lainnya. Siapa pun mungkin tak akan menyangka, Odan Holil (51), demikian nama pria berwajah ceria itu, telah kehilangan istri, tiga anak, dua cucu, dan menantu pada tragedi Situ Gintung tahun lalu.

"Ya alhamdulillah sehat. Masih bisa kumpul-kumpul sama warga sekarang ini," katanya dengan senyum yang ramah mengawali pembicaraan dengan Kompas.com, Sabtu (27/3/2010).

Hari ini merupakan hari yang sama ketika satu tahun yang lalu terjadi bencana jebolnya tanggul Situ Gintung. Ratusan rumah warga luluh lantak diterjang derasnya air Situ Gintung, sementara puluhan warga tewas terhanyut arus aliran air. Banyak korban yang hingga saat ini bahkan jasadnya belum ditemukan.

Nasib serupa juga dialami Odan Holil akibat tragedi yang menimpanya itu. Sang istri, Aisyah, tiga anak, dua cucu, dan menantu hingga saat ini belum ditemukan sejak hilang ditelan ganasnya arus air Situ Gintung.

Bencana dini hari

Odan mengisahkan, situasi naas itu terjadi pada dini hari tepat setahun yang lalu. Pagi-pagi buta, sesaat setelah ia bangun dari tidurnya, ia mendengar suara mirip ledakan yang sangat keras "Dhuuaaaaaarrr, kenceng banget suaranya saat itu. Saya langsung lari keluar mau lihat ada apa," kata pria asal Bandung, Jawa Barat, itu.

Tak menemukan tanda-tanda apa pun di luar rumah, ia pun masuk kembali ke rumahnya yang sederhana. Setelah itu, ucapnya, ia kemudian menggendong-gendong Bayu, salah seorang cucunya yang masih balita. Sambil menggendong Bayu, Odan kemudian keluar lagi bermaksud mengajak jalan-jalan. Tak dinyana di tengah ia berjalan, tepat di depan matanya ribuan kubik air sudah melaju deras ke arah ia berdiri. Saat itulah Odan pontang-panting berlari mencari tempat menyelamatkan diri. "Saya enggak bisa mikir apa-apa saat itu, saya cuma pikir selamat dulu. Saya enggak mikir di mana anak istri saya pas itu," tuturnya.

Mata Odan pun mulai menerawang. Ia terdiam sejenak sebelum kembali melanjutkan ceritanya. "Saya enggak tahu lagi, Dik, setelah itu istri saya di mana. Anak saya tiga juga enggak tahu ke mana. Sejak itu sampai sekarang enggak kembali lagi," tuturnya.

Odan memang saat itu tinggal satu rumah bersama kelima anak, tiga cucu, dan menantunya. Tidak ada yang tersisa dari Odan ketika itu, selain Bayu, cucunya yang selamat dalam gendongannya. Odan masih mengucap syukur manakala dua anaknya, Melda dan Iwan, ditemukan selamat. Selain itu, semua hal yang dimiliki Odan lenyap ditelan air.

Rumah miliknya rusak parah digerus dahsyatnya air jebolan tanggul Situ Gintung. "Rumah saya udah hancur, tinggal sisa tembok-tembok dan sedikit atap aja," terang Odan.

Kehilangan istri, tiga anak, dua cucu, dan menantu menohok perasaan Odan begitu dalam. Ketika itu, dia hampir tak mau diajak bicara oleh siapa pun selain kedua anaknya. Kehilangan Aisyah, sosok istri yang dinikahinya pada 1975 itu membuatnya seperti kehilangan keseimbangan hidup.

Saat warga lain memilih tinggal secara bersama-sama di pengungsian. Odan memilih mengajak anak dan cucunya kembali ke rumahnya yang rusak. Dengan tenaga dan kemampuan seadanya, ia membangun kembali rumahnya sekenanya, sekadar bisa menjadi tempat merebahkan kepala. "Saya sakit hati ini rasanya saat itu. Saya enggak bisa banyak bicara sama orang lain," tuturnya.

Sedikit demi sedikit ia kemudian menjalani dan mulai menata hidupnya. Berbagai macam bantuan dan santunan yang didapatkan ia pergunakan untuk menyambung hidupnya, kedua anak, dan cucunya. "Anak saya, Melda, saat itu sudah lumayan. Dia sudah punya tanah petakan di kampung atas. Di situ saya bangun tempat tinggal buat kami semua," ungkapnya.

Kembali normal

Perlahan tetapi pasti, Odan mulai bisa menapaki hidupnya seperti sedia kala. Dengan bijak ia mengatakan, hanya dengan kekuatan Ilahi ia masih bisa bertahan sampai sekarang ini. "Saya cuma banyak-banyak zikir, tahajud, alhamdulillah hati jadi agak tenang," ungkapnya.

Usaha jahit dan berjualan gorden yang ia jalankan sejak tahun 1977 kembali ia tekuni. Anaknya, Melda, ikut membantu keuangan keluarga dengan membuka usaha toko kelontong di petakan rumahnya kini. Sementara itu, putranya, Iwan, sekarang cukup bisa mandiri dengan ikut bantu-bantu menjadi petugas parkir di sebuah kampus tak jauh dari situ. "Bayu cucu saya sekarang sudah kelas II SD," ucap Odan sambil menebar senyumnya.

Kini, kondisi Odan hampir pulih sepenuhnya. Kesedihan mendalam tak lagi dirasakannya. Kegiatan sehari-hari berjualan gorden, aktivitas, dan kebersamaan dengan warga sekitarnya sedikit-sedikit mengubur kedukaan Odan. "Warga di sini semua baik-baik. Biarpun kita semua kena bencana, semua mau saling bantu," tuturnya.

Sokongan bantuan dari berbagai pihak dan pemerintah tak lupa ia ucapkan dengan banyak terima kasih. Tanpa itu semua, tutur Odan, belum tentu ia bisa kembali pulih secara ekonomi seperti sekarang.

Berharap rumah kembali

Akan tetapi, Odan mengatakan masih ada satu hal yang mengganjal di hatinya. Keinginannya untuk bisa kembali ke lokasi bekas rumahnya masih belum terealisasi. Bangunan rumahnya di tengah lokasi bekas bencana saat ini hanyalah bangunan tak terurus. Rencana pembenahan tata ruang masih mengganjalnya untuk bisa segera kembali. "Saya penginnya supaya pembenahan waduk sama permukimannya bisa cepet selesai. Saya cuma pengin rumah saya di tanah saya kembali lagi," ujarnya.

Entah kapan keinginan Odan itu bisa terealisasi. Setahun sejak bencana dahsyat itu, lokasi bekas permukiman warga sekitar Situ Gintung masih rata tanah. Rencana pembenahan tata ruang area Situ Gintung secara kasat mata belum terlihat.

Wali Kota Tangerang Selatan Sholeh MT, dalam sambutannya pada acara peringatan satu tahun bencana Situ Gintung Sabtu pagi mengatakan, salah satu rencana pembangunan Situ Gintung adalah pembenahan tata ruang. Di dalamnya termasuk pembenahan permukiman warga. Mungkin saja, Odan Holil dan puluhan warga senasib lainnya masih perlu sedikit bersabar menunggu rencana itu terealisasi. Semoga....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com