Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wartawan Otodidak Tak Kalah Hebat

Kompas.com - 08/05/2010, 19:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Genap berusia 80 tahun, Senin (10/5/2010), wartawan tiga zaman Marthias Duksy Pandoe, Sabtu (8/5/2010) di Gedung Gramedia, jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, meluncurkan buku Jernih Melihat Cermat Mencatat (Editor Junius Pour, Penerbit Kompas, Mei 2010). Wartawan senior Kompas itu seperti tak ingin berhenti menulis. Pandoe memberi banyak keteladanan yang pantas dan patut ditiru wartawan muda.

"Menulis untuk terhindar dari kepikunan," tandas Marthias Dusky Pandoe.

"Saya menulis sampai di usia senja, tantangan bagi generasi muda untuk lebih produktif di usia muda. Saya menjadi wartawan tanpa ijazah. Ini tantangan bagi mereka yang mengantungi ijazah perguruan tinggi, lebih-lebih jurusan jurnalistik, publisitik, ataupun komunikasi massa," katanya.

Peluncuran buku kedua Pandoe setelah yang pertama A Nan Takana (diterbitkan Penerbit Kompas, 2001) ditandai dengan penyerahan buku oleh Presiden Direktur Kompas Gramedia Jakob Oetama kepada Marthias Dusky Pandoe. Hadir sejumlah tokoh pers terkemuka, seperti Rosihan Anwar, Djafar Assegaf, Basril Djabar, Rikard Bagun, Julius Pour, Sutan Zaili Asril, dan Abrar Yusra. Juga pejabat negara Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman, mantan menteri seperti Fahmi Idris, Hasan Basri Durin, sejarawan Taufik Abdullah, dan sejumlah tokoh lainnya dari Sumatera Barat.

Marthias Dusky Pandoe dilahirkan di Kampung Lawang, Kabupaten Agam Sumatera barat, 10 Mei 1930. Karier jurnalistiknya dimulai tahun 1953 dalam Koran sore Keng Po. Kemudian pindah ke Pemandangan, Abadi, dan Aman Makmur, tahun 1970 bergabung di Kompas, sampai pensiun tahun 1998. Namun demikian, hingga kini ia masih tetap aktif menulis.

Kritis dan cerdas

Jakob Otama mengatakan, walau Bung Marthias tidak memiliki ijazah, namun ia tak kalah dari wartawan lulusan perguruan tinggi. "Kenapa demikian? Karena Marthias terus belajar. Otodidak. Pekerja keras, gemar membaca dan membangun jaringan yang luas," kata Jakob.

"Bung Marthias sosok pekerja keras, cerdas, dan tajam melihat persoalan. Inisial MDP nyaris identik dengan Sumatera Barat, dengan sosiologi budaya Minang, termasuk kedekatan yang disertai sikap kritis dan kecerdasan mengambil jarak dengan sumber-sumber berita, terutama dengan kalangan pejabat. Sikap itulah yang mengesankan saya," katanya.

Menurut Jakob, Bung Marthias memang gampang akrab dengan siapa pun, termasuk sumber berita. Keakraban itu modal memperoleh informasi selengkap mungkin. "Awal keakraban adalah kepercayaan, trust. Dengan tabiat demikian, tidak heran Bung Marthias dikenal, diakrabi dan disegani berbagai kalangan," lanjut Jakob.

Menjawab Jakob, bahwa MDP identik dengan Sumatera Barat, maka menurut Marthias Dusky Pandoe, MDP di Sumatera Barat identik dengan Kompas. "Saya dididik 20 tahun oleh Pak Jakob Oetama," ujarnya bangga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com