Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belum Jelas, Rencana Ekspor Pasir Laut

Kompas.com - 14/06/2010, 04:57 WIB

Banda Aceh, Kompas - Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam belum memutuskan, rencana ekspor pasir laut dari kawasan Pelabuhan Kuala Langsa, Kota Langsa, diteruskan atau tidak. Minimnya koordinasi antarinstansi membuat rencana tersebut belum bisa dipastikan realisasinya.

Kepala Biro Ekonomi Pemprov NAD T Sofyan di Banda Aceh, Minggu (13/6), mengakui, dirinya tidak begitu mengetahui rencana tersebut karena koordinasi dengan instansi di daerah sangat minim.

”Saya sampai saat ini tidak tahu persis rencananya. Tidak pernah ada koordinasi dengan instansi daerah,” tuturnya.

Dia mengakui, rencana ekspor pasir itu baru diketahuinya dari pemberitaan media massa. Di tingkat pemerintah provinsi, rencana itu belum didiskusikan lebih lanjut.

Cipta Hunai, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Pemprov NAD, tidak bisa dihubungi untuk dimintai penjelasan mengenai rencana ekspor tersebut.

Sementara Husaini Syamaun, Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi NAD, juga tidak bisa dihubungi sehubungan dengan analisis dampak lingkungan rencana pengerukan dan pengembangan Pelabuhan Kuala Langsa.

Pemerintah merencanakan mengekspor pasir hasil pengerukan Pelabuhan Kuala Langsa ke Singapura. Dua perusahaan, yaitu PT Starminera Pribadi Abadi dan PT Adeco Internasional, berminat melakukan pengerukan dan ekspor pasir tersebut.

Pemprov NAD menyatakan tidak memiliki cukup dana untuk melakukan pengerukan tersebut dan memilih mengekspor pasir guna menutupi minimnya pendanaan. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari upaya pengembangan Pelabuhan Kuala Langsa.

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Provinsi NAD tetap meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana ekspor pasir hasil pengerukan ulang Pelabuhan Kuala Langsa, Kota Langsa. Hasil pengerukan pasir itu disarankan untuk mereklamasi Desa Pusong yang terkena abrasi sangat parah.

Berkurang

Ketua Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh M Nizar Abdurrani mengatakan, selama hampir 20 tahun terakhir, luas daratan pulau berpenghuni sekitar 435 keluarga tersebut telah berkurang lebih dari 10 hektar. Luas daratan pulau kecil itu saat ini tinggal 6 hektar. Tanaman mangrove yang berguna untuk mengurangi laju abrasi pun tersisa sedikit.

Pemerintah, melalui Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias, telah mengupayakan pembangunan penghancur ombak dan tanggul di tepi pantai pulau tersebut. Sampai lembaga BRR berhenti beroperasi pada pertengahan 2009, proyek yang dibiayai oleh Multi Donor Fund itu hanya mampu membangun penghancur ombak sepanjang 300 meter dari rencana sekitar 700 meter. Baik Pemprov NAD maupun Pemerintah Kota Langsa, menurut Nizar, belum merampungkan pengerjaan proyek tersebut hingga sekarang.

Basyuni, anggota staf Divisi Advokasi Walhi, mengatakan, ekspor pasir itu sudah dilarang pemerintah. Pelarangan itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02 Tahun 2007 tentang Larangan Ekspor Pasir, Tanah, dan Top Soil, termasuk tanah pucuk atau humus.

Walhi menilai, pengerukan pasir dengan tujuan ekspor akan berisiko pada pengerukan yang tidak terkendali.

Dikhawatirkan perhitungan bisnis semata akan mengakibatkan eksploitasi besar-besaran pasir yang ada di sekitar wilayah tersebut. (MHD)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com