Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reklamasi Bisa Dianggap Ilegal

Kompas.com - 14/06/2010, 05:23 WIB

Jakarta, Kompas - Pemprov DKI perlu menyusun kajian lingkungan hidup strategis sebelum memasukkan reklamasi dalam rencana tata ruang wilayah 2010-2030. Tanpa KLHS, reklamasi dalam RTRW baru menjadi ilegal karena melanggar undang-undang lingkungan hidup.

”Bagaimana mungkin Pemprov DKI dapat memasukkan reklamasi dalam RTRW tanpa dokumen ilmiah, seperti KLHS? KLHS harus disusun terlebih dahulu agar DPRD dapat mempertimbangkan semua dampak reklamasi sebelum membahas RTRW 2010-2030,” kata Selamet Daroyni, Direktur Eksekutif Institut Hijau Indonesia (IHI), Minggu (13/6) di Jakarta Pusat.

Menurut Selamet, DPRD DKI harus jeli dalam membahas rencana reklamasi yang dimasukkan Pemprov DKI dalam draf rancangan peraturan daerah (perda) RTRW 2010-2030. Jika reklamasi masuk ke dalam Perda RTRW 2010-2030 tanpa disertai kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), perda itu dapat digugat karena melanggar UU 32/2009 mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Penyusunan dokumen KLHS juga diperlukan untuk membuktikan klaim Pemprov DKI bahwa reklamasi yang mereka rencanakan bakal mengatasi masalah lingkungan. Reklamasi yang sudah dilakukan di Hutan Mangrove Angke untuk kepentingan sebuah pengembang telah membuat tempat parkir air berkapasitas 6,6 juta meter kubik hilang dan menyebabkan banjir.

Selain itu, reklamasi juga bakal meminggirkan 1,75 juta warga miskin Jakarta Utara. Lahan hasil reklamasi seluas 27.000 hektar akan diperuntukkan bagi 750.000-1,5 juta orang kaya.

Dengan jumlah penduduk sebesar itu, masalah penyediaan air bersih akan menjadi masalah tersendiri. Apalagi, kedua operator PAM Jaya selalu kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih di di wilayah Jakarta Utara.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Ubaidillah mengatakan, penggunaan tanah hasil pengerukan sungai sebagai material pengurukan juga akan mencemari laut. Tanah dari dasar sungai sudah tercemar oleh berbagai limbah dan sampah sehingga akan merusak ekosistem laut jika digunakan untuk reklamasi.

Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Riza Damanik, pihaknya dan beberapa LSM mendorong Kementerian Lingkungan Hidup mengeksekusi keputusan Mahkamah Agung (MA). Sebelumnya MA memutuskan tetap memberlakukan Kepmen LH No 14/2003, yang menyatakan reklamasi tidak dapat dilakukan karena dokumen amdal tidak layak.

Langkah hukum

Selain IHI, Walhi Jakarta, dan Kiara, LSM lain yang terlibat dalam gerakan penolakan reklamasi di Teluk Jakarta adalah LBH Jakarta, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Indonesian Center For Environmental Law (ICEL), Asosiasi Penasihat Hukum Indonesia (APHI), dan Forum Komunikasi Nelayan Jakarta (FKNJ). Kedelapan LSM itu merencanakan akan mengambil langkah hukum jika Pemprov DKI tetap memaksakan reklamasi dan mengabaikan semua aturan perundang-undangan.

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta M Sanusi mengatakan, Pemprov DKI memang harus menyusun dokumen KLHS jika ingin melanjutkan reklamasi. Amanat UU Lingkungan Hidup harus dipenuhi jika ingin reklamasi masuk menjadi bagian dalam RTRW 2010-2030 yang sedang disusun.

”Pemprov DKI dan Kementerian LH harus mengadakan pembicaraan untuk menentukan langkah sebelum melanjutkan reklamasi. Tidak perlu saling menonjolkan ego institusi jika niatnya memang untuk menyelamatkan Teluk Jakarta dan membangun Ibu Kota,” kata Sanusi.

Melakukan kajian

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Bidang Pelestarian dan Tata Lingkungan BPLHD DKI Jakarta Rusman Sagala mengatakan, DKI sudah melakukan kajian dan perencanaan yang matang sebelum melakukan reklamasi. Reklamasi yang dilakukan dengan membangun pulau-pulau baru yang terpisah dari daratan Jakarta juga tidak akan menyebabkan banjir di tengah kota dan kerusakan hutan mangrove.

”Reklamasi merupakan solusi rekayasa teknis untuk menyelamatkan daratan,” katanya.

Pulau hasil reklamasi dapat menahan gelombang pasang yang mengikis pantai. Selain dapat menghindari abrasi yang merusak mangrove, pulau hasil reklamasi juga menjadi semacam bendungan untuk menahan banjir rob di daratan. Mengenai masalah perizinan, kata Rusman, amdal untuk reklamasi tidak perlu mendapat persetujuan Menteri Lingkungan Hidup, tetapi cukup dari badan amdal tingkat provinsi.

Kepala Subbagian Sengketa Hukum Biro Hukum DKI Jakarta I Made Suarja mengatakan, sengketa hukum antara kementerian dan para pengembang yang sudah mendapat izin reklamasi harus diselesaikan. Pembicaraan secara intensif dengan Kementerian LH dan pemenuhan persyaratan teknis, seperti penyusunan dokumen KLHS, dapat lebih mudah dilakukan jika masalah hukum sudah selesai.

”Pemprov DKI tidak menutup ruang untuk berdialog dengan Kementerian LH agar reklamasi dapat dijalankan dengan baik,” kata Made. (ECA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com