Piala Dunia bukan sekadar perhelatan olahraga, bukan sekadar kumpulan taktik dan skor akhir yang kering, dingin, dan tanpa rasa. Sebaliknya, Piala Dunia merupakan pesta. Sebuah pesta yang dirayakan bersama-sama mulai di sudut kumuh sebuah kota di Indonesia hingga di tepi jalan raya yang ramai di Brasil. Beragam ekspresi pun diungkapkan untuk menyampaikan kegembiraan terhadap penyelenggaraan pesta global tersebut.
Mural, seni rupa yang memanfaatkan dinding-dinding dan sarana fisik kota secara dinamis, menjadi alat ekspresi yang, rasanya, sangat pas untuk menyampaikan kegembiraan itu.
Kegembiraan yang menyala-nyala, harapan yang berkobar-kobar terhadap Piala Dunia terwakili dengan baik oleh mural. Ukurannya yang raksasa, pengerjaannya yang tidak mungkin dilakukan di ruang-ruang privat, membuat mural terasa ekuivalen dengan karakteristik Piala Dunia yang serba akbar.
Mural sungguh seperti Piala Dunia. Mural tidak eksklusif seperti lukisan Mona Lisa yang hanya bisa dinikmati dalam hening dan udara steril di Museum Louvre, Paris. Sebaliknya, mural sangat terbuka. Kaum kaya raya dan miskin papa sama-sama bisa menikmatinya di tengah embusan udara yang alami.
Piala Dunia juga demikian.