Palembang, Kompas -
Wakil Ketua DPRD Sumsel Ahmad Djauhari, Kamis (8/7), mengungkapkan, saat ini anggota polisi yang memegang senjata api dibatasi, tetapi justru satpol PP akan dilengkapi senjata api.
”Senjata api menimbulkan dampak psikologis bagi yang memegangnya. Kalau satpol PP dipersenjatai, saya takut terjadi kekerasan,” kata Djauhari.
Menurut dia, satpol PP seharusnya melakukan pendekatan secara persuasif kepada masyarakat, tetapi tetap tegas tanpa harus melakukan kekerasan.
”Para komandan satpol PP yang memegang senjata api masih bisa ditoleransi. Tetapi, tidak boleh semuanya,” katanya.
Djauhari mengutarakan, satpol PP sebaiknya dilengkapi dengan senjata yang tidak mematikan atau melukai, seperti meriam air (
Djauhari mengatakan, meskipun Peraturan Mendagri Nomor 26 Tahun 2010 mengizinkan satpol PP menyandang senjata api, peraturan tersebut tidak harus dipatuhi.
Pengamat politik Alfitri mengatakan, satpol PP tidak disiapkan secara matang dari segi psikologis untuk menyandang senjata api. Konflik horizontal antara masyarakat dan satpol PP dikhawatirkan semakin besar dan tajam.
Menurut Alfitri, kebijakan mempersenjatai satpol PP merupakan kebijakan ambigu. Apabila satpol PP dipersenjatai, fungsi satpol PP lebih pada tindakan represif (kekerasan) daripada preventif (pencegahan).
”Perda seharusnya ditegakkan secara preventif atau manusiawi, bukan dengan kekerasan. Masyarakat seharusnya menegakkan perda dengan kesadaran sendiri, masyarakat tidak perlu dipaksa,” kata Alfitri.
Ia menambahkan, satpol PP yang memiliki senjata api sangat berbahaya apabila di luar kontrol kepolisian.