Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cupcakes, Mendorong Wirausahawan Baru

Kompas.com - 30/07/2010, 17:03 WIB

KOMPAS.com - Tahun 2007, ketika sedang syuting film Mad Money di Louisiana, Katie Holmes memesan cupcake untuk kru dan pemain filmnya. Sejak itu, demam cupcake melanda dunia. Tak hanya di Amerika, tetapi juga di Indonesia. Dan, kesukaan Katie akan cake yang dikemas dalam wadah-wadah kecil ini ternyata masih berlanjut. Belum lama ini, Katie juga menyuguhkan cupcake untuk kru dan pemain di lokasi syuting miniseri The Kennedys.

Di Amerika, cupcake saat ini tidak lagi dipandang sebagai sekadar tren. Di New York City, ketika pasar tenaga kerja menyusut pada bulan Juni, tingkat pengangguran meningkat secara keseluruhan. Penyebabnya, sebagian dipicu pertumbuhan industri bar dan restoran. Dan apa yang menyebabkan pertumbuhan tersebut? Tak lain karena cupcake tadi.

"Satu segmen dalam industri yang tampaknya bertambah adalah kafe cupcake. Ini bisa saja merupakan tren, bisa juga tidak," papar Barbara Byrne Denham, ahli ekonomi di firma real estat Eastern Consolidated.

Bisnis cupcake yang muncul dalam skala besar maupun kecil tampaknya mendukung pendapat Denham. Sebab, industri cupcake ini tidak terpengaruh resesi. Di kawasan East Village, bakery yang menyediakan cupcake, Butter Lane, menambah karyawannya dari 6 menjadi 20 orang dalam 1,5 tahun terakhir.

"Orang-orang masih belum bosan dengan cupcake," ujar Pam Nelson, pemilik Butter Lane. "Memang dasarnya mereka suka, dan harganya juga tidak mahal. Hanya dengan 3 dollar mereka bisa membeli sesuatu untuk mereka. Bandingkan kalau Anda menghabiskan 100 dollar untuk dinner, dan merasa berlebihan memanjakan diri Anda."

Di Indonesia, bisnis cupcake juga bisa ditemukan di mana-mana. Hampir semua bakery pasti memiliki varian cupcake, dari bakery kelas perumahan sampai kelas hotel. Banyak juga perempuan karier yang nyambi menerima pesanan cupcake lewat blog. Tak sedikit yang akhirnya memilih pensiun dini dan berkonsentrasi pada bisnis online-nya ini.

Salah satunya Yuliana Karundeng, yang sudah menjalani bisnis cupcake ini empat tahun lalu, sejak masih bekerja sebagai wartawan. Ketika itu belum banyak orang yang membuat cupcake di Indonesia, sementara di Singapura sudah populer. Untuk membuat cake dasar, ia mengikuti kursus di milis Natural Cooking Club. Selebihnya, hanya otodidak.

Ketika sudah mahir, ia membuka usaha dengan menawarkan cupcake buatannya di blog http://www.flickr.com/photos/mycupcakes. Di sebuah milis baking yang ia ikuti, Yuli sampai dijuluki Ratu Cupcake, karena dianggap sebagai pelopor tren cupcake. Menurut Yuli, seperti dikutip majalah Sekar, meskipun ada blog, pemasaran bisnisnya paling efektif melalui media dari mulut ke mulut.

"Akhirnya aku resign karena kewalahan menangani order. Ditambah lagi aku pingin ngurus anak," tutur Yuli pada Kompas Female. Dari cupcake yang dijualnya per potong Rp 10.000 - Rp 15.000 itu, keuntungannya bisa di atas 50 persen. Omzet-nya dalam sebulan mencapai Rp 7 - 10 juta.

David Arrick, pendiri Butch Bakery, mengatakan bahwa bisnis cupcake tidak terpengaruh resesi. "Karena bentuknya kecil, terbatas, sehingga pelanggan mampu mendapatkannya," katanya.

Bagi para entrepreneur, membuka toko cupcake juga tidak terlalu sulit. Investasi awalnya jauh lebih ringan daripada jika kita membuka kafe atau restoran. Hanya saja, yang perlu diwaspadai, karena cupcake bersifat tren dan menciptakan banyak kompetitor, pasar bisa saja menjadi jenuh. Sebelum hal ini terjadi, para pemilik usaha harus bersiap dengan strategi lain untuk memperpanjang usia bisnisnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com