Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kualitas Air Tanah Makin Buruk

Kompas.com - 27/09/2010, 13:41 WIB

Yogyakarta, Kompas - Kualitas air tanah di wilayah DIY makin turun karena pencemaran dan tidak terkendalinya pengambilan air tanah. Curah hujan di DIY juga terus turun sejak 1990-an. Tanpa upaya perlindungan air tanah, kelestarian sumber daya air tanah menjadi terancam.

Hal ini terungkap dalam diskusi "Langkah Antisipatif Menghadapi Krisis Air" di DPRD DIY, Sabtu (25/9). Diskusi menghadirkan pembicara Eko Sugiharto dari Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM, Heru Hendrayana dari Fakultas Teknik Geologi UGM, dan Sunjoto dari Fakultas Teknik Sipil UGM.

Menurut Eko, krisis air juga terjadi karena pembangunan yang tak sesuai tata ruang. Maraknya alih fungsi lahan di wilayah utara Yogyakarta berdampak pada berkurangnya penyerapan air dan peningkatan erosi sehingga terjadi degradasi lingkungan. "Analisis daya dukung lingkungan perlu dilakukan sejak sekarang. Perlu anggaran dan kebijakan berbasis lingkungan," ujarnya.

Kondisi sanitasi air di Indonesia menunjukkan, 70 persen air tanah tercemar, 75 persen air sungai tercemar, dan ratusan ribu anak mati karena diare. Krisis air berdampak pada peningkatan biaya produksi air bersih. Kerugian ekonomi akibat sanitasi air yang buruk di Indonesia mencapai Rp 42,3 triliun per tahun.

Penurunan curah hujan di DIY, ujar Heru, merupakan dampak perpindahan awan karena perubahan arah angin serta perubahan iklim. Butuh proses dan waktu yang panjang untuk mengubah air hujan menjadi air tanah. Hasil penelitian di DIY menunjukkan, umur air tanah di kedalaman 100 meter di Kota Yogyakarta adalah sekitar 120-150 tahun. "Perlu ajakan bijaksana dalam menggunakan air," tutur Heru.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Energi Sumber Daya Mineral DIY Rani Sjamsinarsi sedang menyiapkan naskah akademik rancangan peraturan daerah tentang limbah, sampah, dan air tanah. Sejauh ini, pengeboran air tanah oleh industri mengacu pada UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.

Intrusi air laut

Pengendalian dalam pengambilan air tanah perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya intrusi air laut hingga amblesan tanah. Sri Agus dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Gunung Kidul mengatakan, air tanah di Gunung Kidul dari tahun 2000 hingga sekarang turun 4 meter. Di wilayah Ledok, Wonosari, terdapat 57 sumur dari maksimal 77 sumur yang diperbolehkan dengan pengeboran di kedalaman lebih dari 50 meter. (WKM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com