Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Intrusi Makin Mengancam

Kompas.com - 28/09/2010, 11:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Eksploitasi air tanah secara berlebihan di Jakarta tidak hanya menyebabkan turunnya permukaan tanah, tetapi juga intrusi air laut yang semakin jauh ke daratan. Air laut yang bersifat korosif ini mengancam pondasi bangunan, termasuk tiang pancang gedung-gedung tinggi.

Ancaman ini terjadi karena kadar salinitas yang tinggi dari air laut memengaruhi pelapukan tanah di sekitar pondasi bangunan. ”Batu saja bisa lapuk, apalagi tanah,” kata dosen dan peneliti Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Armi Susandi.

Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), intrusi air laut di permukaan Jakarta sudah mencapai 3 kilometer ke daratan. ”Adapun intrusi air laut di bagian tanah dalam sudah lebih dari 10 kilometer ke daratan,” kata Prof Dr Otto SR Ongkosongo, peneliti utama Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.

Intrusi di permukaan terjadi karena penyebab alami berupa air laut pasang. Adapun intrusi air laut tanah dalam terjadi karena penyedotan air tanah secara berlebihan dan tak terkendali selama bertahun-tahun. Rongga-rongga tanah yang kosong akibat penyedotan air menyebabkan tanah memadat dan terjadi penurunan permukaan tanah. Namun, di daerah pesisir, rongga tanah yang kosong diisi air laut yang bersifat korosif.

”Air laut akan semakin banyak mengisi rongga yang kosong seiring dengan makin maraknya penyedotan air tanah,” kata pakar hidrologi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Sutopo Purwo Nugroho, di Jakarta, Senin (27/9/2010).

Kondisi inilah yang saat ini terjadi di Jakarta. Pengambilan air tanah di Jakarta saat ini 252, 6 juta meter kubik per tahun. Padahal, ambang batasnya hanya 186 juta meter kubik per tahun sehingga terjadi defisit sekitar 66,65 juta meter kubik per tahun.

Parahnya, defisit air tanah ini sulit diatasi secara alami dari limpahan air hujan karena minimnya ruang terbuka hijau di Jakarta yang hanya sekitar 9,12 persen dari luas kota. Hujan di Jakarta rata-rata menurunkan sekitar 2 juta meter kubik air per tahun. Namun, hanya sekitar 26,6 persen atau 532 juta meter kubik per tahun yang meresap ke dalam tanah menjadi air tanah dangkal.

Sekitar 73,4 persen lainnya air hujan ini mengalir ke laut atau runoff. ”Air yang terbuang atau runoff bisa meningkat dari 73,4 persen menjadi 85 hingga 90 persen pada 10 tahun mendatang jika ruang terbuka hijau masih seperti sekarang,” kata Sutopo.

Adapun air hujan di lapisan tanah dangkal yang kemudian masuk ke lapisan tanah dalam dengan kedalaman lebih dari 40 meter hanya sekitar 30 juta meter kubik per tahun. Masih jauh dari defisit air tanah yang mencapai 66,65 juta meter kubik per tahun atau setara dengan 13,3 juta truk tangki air per tahun.

Defisit inilah yang juga mendorong terjadinya intrusi air laut. ”Intrusi air laut di dalam tanah bersifat permanen, agak sulit diperbaiki,” kata Otto.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com