JAKARTA, KOMPAS.com - Anak-anak yatim piatu korban tsunami di Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat, tidak dengan serta merta bisa diadopsi.
Banyak tahap yang akan dilakukan pemerintah sebagai tanggung jawab negara terhadap anak tersebut. Kalau pun adopsi, prioritas adalah kepada orang yang tidak mempunyai anak (keturunan).
Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Makmur Sanusi mengatakan hal itu menjawab Kompas, Senin (1/11/2010) malam di Jakarta.
Walaupun belum ada data berapa banyak anak-anak yang kehilangan kedua orangtuanya yang jadi korban tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, namun negara akan bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup anak tersebut, katanya.
Makmur menjelaskan, Kementerian Sosial sudah mengirim 25 pekerja sosial khusus untuk menangani anak korban tsunami. Tetapi, karena kendala transportasi laut, mereka sampai Senin kemarin masih tertahan di Kota Padang.
Kepada Dinas Sosial Sumatera Barat, lanjutnya, sudah diminta untuk menyiapkan Pondok Anak Ceria yang akan menjadi tempat penampungan dan pengasuhan anak-anak korban tsunami.
Anak-anak akan menjalani terapi/konseling, sehingga keceriaan anak-anak itu bisa kembali seperti semula. Pekerja sosial akan melakukan assesment dan trauma healing .
Makmur Sanusi menjelaskan, pekerja sosial akan mencari anak-anak korban tsunami dan membawanya ke Pondok Anak Ceria. Lalu kondisi anak ditelusuri, diidentifikasi, dan diusahakan bertemu orangtua biologisnya.
Jika tidak bertemu, dicarikan keluarganya, mungkin paman atau tantenya. Jika tak ada keluarganya, dicarikan tetangganya, jika hal itu juga tidak ada, baru dicarik an orang di lingkungan anak itu tinggal. Jika semua jadi korban, tidak ditemukan, maka akan dibuat poster care, dan terakhir baru bisa diadopsi.
Untuk adopsi, menurut Makmur, persyaratan orangtua yang mengadopsi akan diteliti suatu tim asuhan anak secara lintas sektoral.