Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Silaturahim di Kampung Batak

Kompas.com - 02/01/2011, 03:07 WIB

Mara Siagian (72) berwajah serius ketika meminta maaf kepada istrinya, Renata br Marpaung (70). ”Saya minta maaf da Inang karena sering menyuruh, padahal kita sudah sama-sama tua,” kata Mara dalam bahasa Batak. Kakek 22 cucu itu juga meminta maaf kepada anak-anak dan cucunya karena selama ini tidak bisa memberikan yang terbaik kepada mereka.

Ucapan itu disampaikan Mara Sabtu (1/1) dini hari sesaat setelah tahun 2011 tiba di depan istri dan sebagian anak serta cucunya yang ”pulang kampung” tahun baru ini. Ia mengajak istrinya berjabat tangan yang diterima hangat oleh istrinya.

Seluruh anggota keluarga yang hadir, dimulai dari yang paling muda, mengucapkan refleksi mereka akan tahun yang telah berlalu, meminta maaf kepada seluruh anggota keluarga, terutama pada yang paling ”bermusuhan”.

Acara malam itu tak hanya terjadi di rumah Mara, tetapi pada hampir semua keluarga- keluarga Batak di mana pun mereka berada. Mereka berdoa bersama dan melakukan refleksi atas tahun yang sudah berjalan. Tak jarang cucuran air mata, tawa, kekesalan, atau senyum pahit mendera para anggota keluarga.

Abang tertua pada keluarga Siagian itu misalnya. Ia berefleksi bahwa Tuhan memberikan banyak kebaikan kepadanya tahun lalu. Salah satunya sebuah promosi jabatan yang sudah keluar SK-nya tetapi batal terjadi. Anggota keluarga yang lain tercekat sekaligus merasa bangga. ”Saya bersyukur atas apa yang terjadi. Saya menghormati para atasan saya, maka saya tak mau membayar kedudukan itu. Kalau saya membayar, penghormatan saya terbatas apa yang dibayarkan itu,” ujarnya.

Robinson Siagian (69), mantan Kepala Desa Marsangap, Kecamatan Sigumpar, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, mengatakan, seingatnya tradisi bertahun baru di rumah dengan doa dan refleksi dimulai sejak 1970-an. ”Dulu awalnya di gereja,” tutur Robinson.

Lain dengan keluarga Ragam Siagian, warga asli Desa Marsangap yang merantau ke Riau. Malam tahun baru ini adalah sejarah baru bagi keluarga delapan bersaudara itu karena merupakan tahun baru dengan kehadiran keluarga terbanyak. Enam dari delapan bersaudara berikut keturunannya yang tersebar di Sumatera dan Jawa datang. Selepas doa bersama pada tengah malam, pagi-pagi mereka berziarah ke makam orangtua mereka.

Selain ziarah dan silaturahim, inti dari pertemuan ini untuk mengenalkan kerabat kepada seluruh anggota keluarga, selain menjadi sarana orangtua mengajarkan sejarah leluhurnya kepada anak-anak. ”Kami mengenalkan kepada anak-anak bahwa kami ini anak petani, tetapi orangtua menyekolahkan walau hanya berbekal pacul,” kata Maju Siagian.

(Aufrida Wismi Warastri)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com