Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PARIWISATA

"Enjoy Jakarta"..., "Enjoy" Apanya?

Kompas.com - 17/01/2011, 11:34 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Ibu tiri tak sekejam ibu kota. Dalam konteks realitas pahit Jakarta saat ini, ungkapan itu menemukan kebenarannya. Slogan ”Enjoy Jakarta: nyaman dan sejahtera untuk semua”, promosi pariwisata Jakarta sejak 2005, yang banyak terlihat di ruang publik menjadi sebuah ironi.

Ajakan untuk menikmati gula-gula Jakarta sebagai metropolitan yang menawarkan kesenangan, kenyamanan, dan kemapanan seolah berubah menjadi paksaan untuk mengakrabi persoalan klasik: kesemrawutan, kemiskinan, dan kriminalitas. Segala persoalan tersebut secara perlahan membentuk relasi yang tidak sehat antara warga dan kotanya.

Jajak pendapat Litbang Kompas akhir pekan lalu mencoba merekam daya tahan warga Jakarta yang dipaksa mengakrabi persoalan kota.

Soal keamanan di Jakarta menjadi sorotan masyarakat akhir-akhir ini. Kejadian kejahatan di awal tahun mulai meresahkan responden. Rasa aman warga terusik.

Dilihat dari jumlah kasus kejahatan, sebenarnya tren kejahatan selama periode 2008-2010 menunjukkan kecenderungan menurun. Penurunannya hampir 10 persen per tahun. Bahkan, menurut laporan Kepolisian Daerah (Polda) Metropolitan Jakarta Raya, risiko penduduk menjadi korban tindak kejahatan pada 2010 menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yakni turun dari 257 orang menjadi 248 orang per 100.000 penduduk.

Namun, kualitas kejahatan meningkat. Pelaku kejahatan semakin berani menyerang dan melukai korban menggunakan senjata tajam dan senjata api. Penggunaan senjata api bahkan menjadi tren di kalangan penjahat Ibu Kota.

Data Polda Metro Jaya menunjukkan, kejahatan yang menonjol selama 2010 karena jumlah kasus yang meningkat adalah kasus pembunuhan, pencurian kendaraan bermotor roda dua, dan perjudian. Ketiga jenis kejahatan tersebut naik 4-5 persen dibandingkan dengan kasus 2009.

Peningkatan kualitas kejahatan ini membuat hampir 90 persen responden menyatakan kekhawatirannya terhadap tindak kriminalitas di Jakarta. Hampir semua ruang publik, seperti jalan, perempatan lampu merah, prasarana transportasi, dan pasar, dianggap sebagai tempat rawan di Jakarta.

Begitu juga dengan kejahatan di dalam kendaraan umum. Bahkan kendaraan umum seperti bus kota, mini bus, dan angkutan kota disebut sebagai kendaraan umum paling rawan di Jakarta oleh 78 persen responden. Tingkat kerawanan itu semakin besar, terutama dirasakan responden pada malam hari. Hal ini terkait dengan sejumlah tempat di jalanan yang penerangannya buruk.

Lingkungan tempat tinggal sekalipun, yang terdekat dengan masyarakat, tidak sepenuhnya dianggap aman oleh responden. Hampir separuh responden (44,4 persen) menyebutkan, dalam setahun terakhir di wilayah tempat tinggal mereka pernah terjadi tindak kejahatan, seperti perampokan, pencurian, dan penipuan.

Tinggal di sebuah kompleks perumahan tidak serta-merta menjanjikan rasa aman seperti yang diinginkan. Sebanyak 20 persen responden yang tinggal di kompleks perumahan menyatakan lingkungan tempat tinggal mereka tidak aman. Sementara hanya 15 persen responden yang tinggal di perkampungan yang menyatakan tempat tinggal mereka tidak aman.

Pengamanan mandiri

Menurunnya rasa aman warga dan meningkatnya kualitas kejahatan kurang diimbangi oleh kinerja aparat hukum. Secara umum masyarakat masih menilai kinerja kepolisian, baik dalam mengantisipasi, memberantas kejahatan, maupun melindungi masyarakat dari kejahatan, cenderung buruk, bahkan memburuk.

Sebanyak 75 persen responden menyatakan tidak puas terhadap upaya aparat dalam menjamin rasa aman mereka. Oleh sebab itu, masyarakat mengupayakan pengamanan pribadi ketika berada di tempat umum serta di lingkungan tempat tinggal.

Sebagian warga Jakarta menyerahkan upaya pengamanan di lingkungan tempat tinggal kepada petugas keamanan lingkungan, seperti satpam dan hansip. Sebanyak 60 persen responden mengaku tak terlibat langsung dalam menjaga keamanan lingkungan, tetapi membayar iuran per bulan untuk jasa pengamanan yang diterima.

Rendahnya kepuasan publik terhadap kinerja aparat hukum dalam hal pengamanan dan penegakan hukum tidak lantas membuat masyarakat afirmatif terhadap tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan. Di sini responden masih rasional dan menjunjung tinggi bahwa persoalan kejahatan harus tetap diselesaikan melalui jalur hukum.

Stres

Akibat tekanan hidup di Jakarta, empat dari sepuluh warga Jakarta yang diwawancarai mengaku stres menghadapi situasi Jakarta saat ini.

Persoalan kota yang paling membuat warga merasa stres adalah kesemrawutan lalu lintas (70 persen), disusul masalah ekonomi (13,7 persen), dan tingginya tingkat kriminalitas (7,4 persen). Ketiga persoalan ini tali- temali. Yang satu menjadi sebab sekaligus akibat bagi yang lain.

Mayoritas responden (90 persen) merasa tak puas dengan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI selama ini dalam mengatasi kemacetan. Tak sedikit kerugian yang ditanggung warga akibat kemacetan, baik berupa materi maupun nonmateri. Diperkirakan dalam setahun kerugian akibat kemacetan mencapai Rp 1,7 triliun. Jumlah itu secara kasar menghitung kerugian waktu, biaya bahan bakar, dan biaya kesehatan sebagai dampak dari kemacetan.

Nilai ekonomi yang terbuang sia-sia ini menambah beban tekanan hidup warga yang masih pontang-panting mencukupi kebutuhan dasar. Untuk urusan pemenuhan hal yang mendasar ini pun publik belum melihat peran pemerintah yang dapat meringankan beban hidupnya.

Responden menilai kinerja Pemprov DKI dalam menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok pada harga yang terjangkau belum memuaskan. Hal ini disampaikan oleh 89 persen responden. Penilaian yang sama juga ditujukan terhadap kinerja pemerintah daerah dalam mengatasi kemiskinan (93 persen) dan pengangguran (87 persen).

Kebuntuan menghadapi masalah ekonomi keluarga ini bisa menimbulkan rasa frustrasi. Selain itu, hal tersebut juga dapat mengarah atau memicu tindakan kriminal ataupun upaya bunuh diri, seperti yang akhir-akhir ini marak terjadi.

Dari segi ekonomi, tak sedikit pula peluang ekonomi yang terganggu akibat kemacetan. Belum lagi lamanya waktu yang dihabiskan selama di perjalanan memperbesar peluang seseorang menjadi korban tindak kejahatan, baik itu kejahatan kecil, seperti menjadi korban copet, maupun korban kejahatan skala besar, seperti kehilangan nyawa.

Ketidakpuasan publik terhadap kinerja aparat dalam semua persoalan yang tali-temali ini jika dibiarkan akan memicu tingkat stres atau frustrasi yang kian menjadi. Jika sudah begini, bagaimana warga bisa enjoy Jakarta? (Litbang Kompas/M Putri Rosalina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com