Struktur inilah yang menyebabkan masyarakat miskin sulit terlepas dari jeratan kemiskinannya. Meskipun mereka bekerja keras membanting tulang sepanjang hari, memeras keringat sepanjang hidup, karena struktur yang tidak adil, mereka tetap saja terkurung dalam kemiskinan. Bahkan, kemiskinan ini menurun kepada anak cucu mereka.
Pemerintah sebenarnya sadar dan mengerti. Untuk melepas belenggu kemiskinan, cara yang paling efektif adalah mengubah struktur eksploitatif secara mendasar. Namun, hal itu tak kunjung dilakukan dan pemerintah sepertinya membiarkan mereka dalam kemiskinan.
Di perkotaan, misalnya, upah buruh dibiarkan sangat rendah sehingga buruh tetap miskin dan tak berdaya. Menyadari kelompok miskin umumnya memiliki keterbatasan modal, kemampuan kewirausahaannya lemah, inferior dalam produk, dan posisi tawarnya rendah, dikembangkan model-model outsourcing hampir di semua bidang usaha, dan pemerintah tak berupaya serius mengatasi persoalan ini.
Di pedesaan lebih gawat lagi. Sumber kehidupan masyarakat dirampas untuk kepentingan pertambangan, perkebunan, transportasi, dan berbagai infrastruktur lainnya yang semuanya memihak pemodal kuat. Sulit mencari contoh, misalnya, kegiatan pertambangan yang menyejahterakan masyarakat sekitar. Tidak mudah pula menunjukkan contoh penebangan hutan yang setelah hutannya habis, kemudian masyarakat sekitar menjadi lebih sejahtera.
Lebih parah lagi, sumber kehidupan masyarakat miskin yang masih tersisa tak kunjung dibenahi. Salah satu pembicara seminar mengatakan, selama puluhan tahun pemerintah tak serius mengupayakan produktivitas tanaman padi.
Padahal, meningkatkan produktivitas tanaman padi merupakan salah satu langkah paling realistis untuk meningkatkan kesejahteraan petani di tengah lahan pertanian yang semakin menyempit karena digunakan untuk permukiman, industri, dan pembangunan infrastruktur.
Kemiskinan yang tetap membelenggu juga menyebabkan masih tingginya angka putus sekolah, tingginya kasus gizi buruk dan gizi kurang, serta tingginya angka kematian ibu dan bayi. Angka putus sekolah, misalnya, saat ini masih sekitar 527.000 atau sekitar 1,7 persen siswa sekolah dasar yang putus sekolah.
Di sisi lain, masyarakat miskin juga menghadapi persoalan mahalnya biaya pendidikan, kesehatan, dan biaya hidup sehari-hari. Masyarakat miskin yang mau beranjak dari belenggu kemiskinan harus pula menghadapi ganasnya gempuran liberalisme dan kapitalisme yang menusuk hingga ke jantung pedesaan.