JAKARTA, KOMPAS.com - Rendahnya tarif harga air yang ditetapkan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) membuat kelangsungan usaha mereka terganjal. Agar bisa beroperasi lebih maksimal, pemerintah mendorong tarif PDAM di berbagai daerah seharusnya dihitung berdasarkan asumsi ekonomi.
Saat ini sekitar 50 persen PDAM menerapkan tarif bukan berdasarkan pada perhitungan ekonomi. Mereka cenderung memposisikan air sebagai barang sosial sehingga harga jualnya murah.
Hal tersebut disampaikan Direktur Pengembangan Air Minum Kementerian Pekerjaan Umum, Danny Sutjiono dalam acara diskusi "Prospek dan Etika Bisnis Air Berkelanjutan" yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri, di Jakarta, Senin (21/3/2011).
Dia mengatakan, dukungan anggaran dari pemerintah daerah untuk kelangsungan PDAM juga sangat minim. Tiap tahun hanya 5 persen dari APBD yang dialokasikan untuk pengadaan air bersih. Pemerintah lebih banyak mengalokasikan dana untuk pembangunan jalan.
"Tarif ideal untuk PDAM berkisar Rp 2.500-Rp 3.000 per meter kubik. Namun kenyataannya masih banyak yang menerapkan tarif di bawah Rp 1.000 per meter kubik. Dari sisi daya beli, masyarakat masih bisa menjangkaunya termasuk kalangan berpenghasilan rendah," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.