Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepergian Ketiga Ruyati ke Arab Berujung Ajal

Kompas.com - 21/06/2011, 04:22 WIB

Oleh Ambrosius Harto Manumoyoso

Rumah berdinding tembok bercat merah muda di tepi Jalan Raya Sukatani, Kampung Srengseng Jaya RT 01 RW 01, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, itu dipenuhi pelayat dan karangan bunga dukacita, Senin (20/6).

Itulah rumah keluarga Ruyati binti Satubi (54), yang Sabtu (18/6) lalu menjalani hukuman mati di Arab Saudi.

Hukuman itu dijatuhkan akibat Ruyati terbukti membunuh Khoiriyah, istri Omar Mohammad Omar Hilwani, sang majikan, 12 Januari 2010.

Kematian Ruyati meninggalkan duka teramat dalam bagi keluarga. Keluarga juga berharap besar jenazah Ruyati bisa dipulangkan untuk dimakamkan di Indonesia.

”Kalau anak saya tidak dihukum mati, dia mungkin bisa pulang dan hidup bahagia di sini,” kata Buni (72), ibu Ruyati, ditemani adik-adik Ruyati di rumah duka.

Ruyati merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara pasangan Satubi (75) dan Buni.

Ruyati menikah dengan Ubay Dawi dan hampir 30 tahun tinggal di rumahnya di Srengseng Jaya. Dari pernikahan dengan Ubay Dawi, Ruyati melahirkan tiga anak, yakni Een Nuraini (35), Evi Kurniati (32), dan Irwan Setiawan (27) yang telah berkeluarga.

Dari ketiga anaknya itu Ruyati sudah dikaruniai enam cucu perempuan dan laki-laki.

Kepergian ketiga

Menurut keterangan Irwan, Ruyati bekerja pada Omar Mohammad Omar Hilwani sejak September 2008. Dalam perjanjian kerja yang diketahui oleh keluarga, Ruyati seharusnya tidak bekerja pada majikan itu. Ruyati diberangkatkan oleh PT Dasa Graha Utama selaku sponsor.

Kepergian Ruyati sebagai TKI ke Arab ini merupakan yang ketiga. Keluarga juga sempat melarang Ruyati pergi. Namun, karena terbuai rayuan bisa menabung untuk hari tua, Ruyati tetap pergi.

Ruyati sebelumnya pernah bekerja di Arab Saudi, pada kurun 1998-2003 dan 2004-2008. Saat itu, dengan bekerja sebagai pekerja rumah tangga, Ruyati berhasil menjadi tulang punggung perekonomian keluarga. Anak-anaknya berhasil disekolahkan. Orangtua dan adik-adiknya pun kerap dikirimi bingkisan.

Namun, kepergian ketiga itulah yang pada akhirnya membawa Ruyati menuju kematian.

Tidak yakin membunuh

Keluarga meyakini majikan di Arab Saudi sebagai biang masalah. Ruyati diyakini kerap dianiaya dan terlambat digaji. ”Kami tidak yakin ibu tega membunuh,” kata Evi dengan terisak.

Pada akhir 2009 Ruyati juga pernah menghubungi keluarga dan bercerita baru pulang dari rumah sakit sehabis dioperasi pemasangan pen pada kaki yang patah dan telapak kaki yang remuk. Itu diduga akibat Ruyati didorong dari lantai dua oleh majikan perempuan.

Selama bekerja, biasanya Ruyati menghubungi keluarga setiap dua bulan dengan telepon seluler. Namun, pada kurun 2010 kontak nyaris tidak terjadi sebab Ruyati disidangkan dengan tuduhan membunuh majikan perempuan.

Pada akhir 2010 Ruyati bisa menghubungi keluarga dan menceritakan bahwa gaji tujuh bulan belum dibayarkan oleh majikan. Ruyati seharusnya diupah 800 riyal atau setara Rp 1,8 juta setiap bulan.

Pihak keluarga Ruyati juga mengaku pernah mendapat informasi dari pekerja asal Indonesia lain bahwa majikan kerap menganiaya Ruyati.

”Ibu sendiri tidak pernah mengeluh dan tidak pernah cerita kalau dianiaya,” kata Irwan.

Selama Ruyati menjalani proses hukum, menurut Evi, keluarga sudah berkali-kali mendatangi Kementerian Luar Negeri, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, bahkan Kedutaan Besar Arab Saudi. Tujuan mereka mencari tahu perkembangan kasus hukum Ruyati sekaligus mengharapkan bantuan hukum agar ibunda mereka tidak dihukum mati.

Keluarga juga nyaris tidak pernah diberitahu perkembangan informasi tentang persidangan Ruyati. Salinan putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman mati terhadap Ruyati tidak pernah diterima. Perkembangan informasi justru diberikan oleh Migrant Care. Namun, semua itu terlambat.

Sesalkan Pemerintah RI

Sejumlah kalangan juga memberikan dukungan moril kepada keluarga Ruyati.

Massa dari lembaga swadaya masyarakat Komando Pejuang Merah Putih memberikan dukungan dalam bentuk berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta, kemarin.

Mereka memprotes eksekusi hukuman mati Ruyati dan menuntut pemulangan jenazah Ruyati ke Tanah Air.

Dalam aksi itu beberapa pengunjuk rasa bahkan menyerukan untuk memboikot produk Arab Saudi sebagai bentuk protes.

Salah seorang perwakilan pengunjuk rasa, Jhon Zulfakar, menilai hukuman itu tidak sesuai hukum internasional dan melanggar hak asasi manusia.

”Kami juga menuntut pemulangan jenazah Ruyati sesuai dengan keinginan pihak keluarga,” ujar Jhon, kemarin.

Dalam petisinya, mereka juga meminta Pemerintah Indonesia lebih profesional dalam mengirimkan TKI ke luar negeri. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri dan instansi terkait juga harus memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri dan membentuk tim pencari fakta atas kasus-kasus TKI di luar negeri.

Apa yang dialami Ruyati sudah benar-benar terlambat. Ruyati telah pergi selamanya.

Pelbagai karangan bunga dukacita, ucapan belasungkawa dari banyak pejabat tinggi, bahkan uang santunan puluhan juta rupiah tidak akan mampu menghapus kepedihan keluarga yang ditinggalkan. Semoga tidak ada lagi Ruyati lain di kemudian hari. (COK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com