Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Patung Dirgantara sampai Jangkar

Kompas.com - 27/06/2011, 08:58 WIB

TAHUKAH Anda wajah Patung Dirgantara seperti apa? Patung Dirgantara atau biasa dikenal sebagai Patung Pancoran karena letaknya di Jalan Gatot Subroto, Pancoran, Jakarta Selatan. Tentu saja sulit untuk mengenali wajah si patung dari kejauhan. Wajah si patung sekilas mengingatkan kita pada rupa patih terkenal Majapahit yaitu Gajah Mada. Tak percaya? Datang saja ke Balai Konservasi di kawasan Kota Tua Jakarta.

Sejak 18 Juni hingga 18 Juli 2011, Balai Konservasi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan "Conservation: Save Our Cultural Heritage". Pameran tersebut mengangkat tema "Selamatkan Bukti Sejarah" sebagai upaya mengajak masyarakat peduli terhadap benda cagar budaya.

Selusin artefak dari temuan arkeologi di Jakarta dipajang dalam pameran tersebut. Benda-benda tersebut tidak pernah dipamerkan di manapun sebelumnya. Hal ini terjadi karena kondisi artefak sudah rusak parah dan memerlukan penanganan konservasi.

"Ini seperti pameran barang rongsokan," kata Kepala Balai Konservasi Candrian Attahiyyat.

Pada masanya, benda-benda itu memang bisa dibilang sebagai barang rongsokan. Namun kini, benda-benda itu bernilai sejarah tinggi. Salah satunya adalah patung model Patung Dirgantara. Patung model tersebut dibuat oleh Edhi Sunarso, sang perancang Patung Dirgantara.

"Zaman itu belum ada power point, jadi untuk presentasi dibuat patung model. Ini terbuat dari bahan gypsum," jelas Candrian.

Patung model tersebut digunakan sebagai bahan paparan Edhi di hadapan Presiden Soekarno. Uniknya, penemuan patung model tersebut tidak disengaja. Di tahun 1994, pihak Balai Konservasi mengadakan konservasi pada Patung Dirgantara. Saat itu, mereka menghadirkan Edhi Sunarso untuk mengetahui teknologi yang dipakai saat pembuatan patung di tahun 1964-1965.

Ternyata, Edhi menceritakan bahwa ia sebelumnya membuat patung model. Patung model tersebut kemudian diserahkan kepada Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta di tahun 1977. Namun, selama dua puluh tahun patung model tidak dipamerkan di museum tersebut.

"Ternyata disimpan di dalam gudang. Kami restorasi patung model itu. Tapi patahan tangan dan sayap belum ketemu. Tidak hilang, pasti ada di tempat penyimpanan museum, hanya saja masih kita cari," jelas Candrian.

Obrolan bersama Candrian pun kemudian sedikit melenceng. Ia menceritakan sebuah anekdot mengenai patung-patung di Jakarta.

"Tahun 1965 itu situasinya krisis ekonomi. Kita sampai harus mengantre beras. Dulu, ada anekdot, orang-orang bilang Patung Pancoran sedang berkata 'Itu berasnya di sana' sambil menujuk ke arah Monas. Lalu saat orang-orang sampai ke Lapangan Banteng, ada Patung Pembebasan Irian Barat yang bilang 'Habis... habis, berasnya habis'," kelakar Candrian sambil mengacungkan dan melambai-lambaikan kedua tangan ke udara, menirukan Patung Pembebasan Irian Barat.

Di area pameran tersebut juga terdapat jangkar kapal yang sangat besar. Mungkin Anda heran berpikir pihak Balai Konservasi menemukan benda ini dari kedalaman laut. Nyatanya, jangkar tersebut ditemukan di Terowongan Penyeberangan Orang (TPO) halte Busway Kota Tua. Menurut Konservator di Balai Konservasi Andia Sumarno, saat Taman Beos dibangun, pihak kolonial memerlukan barang-barang untuk mengurug lokasi yang rendah.

"Banyak barang yang sudah tidak terpakai dibuang di situ. Meriam juga katanya dipakai untuk mengurug," ceritanya.

Saat pembuatan TPO di tahun 2006, jangkar ini pun tak sengaja ditemukan. Candrian lalu menunjukkan sebuat benda yang ditempatkan di tengah-tengah ruang pameran. Benda tersebut adalah Batu dengan angka "1639" terpahat di sisi batu tersebut.

"Batu ini dari pintuk tembok Kota Batavia. Angka itu menunjukkan angka terakhir pembuatan tembok yang mengelilingi Kota Batavia. Tahun 1640 benteng pun rampung dan setelah itu orang Belanda menyadari Kota Batavia adalah kota yang tidak sehat," tutur Candrian. Belanda merancang Kota Batavia laksana kota di kampung halamannya. Akibatnya, wabah penyakit khas tropis seperti pes merajalela.

"Mereka tidak memperhitungkan kalau di sini tropis beda dengan asal mereka. Kota Batavia dibangun di atas kota yang sudah ada yaitu Kerajaan Jayakarta. Sama seperti penguasa di sejarah-sejarah lainnya. Penguasa baru ingin menunjukkan kekuasaannya dengan mendirikan kota baru di atas kota yang telah dikalahkannya. Tapi Kota Batavia pun jadi kota gagal untuk urusan sanitasi," tuturnya.

Jika Anda mampir ke pameran tersebut, ada baiknya Anda mencari pihak Balai Konservasi agar bisa mendapatkan penjelasan lebih mendalam mengenai setiap artefak yang dipajang.

Selain pameran, pihak penyelenggara juga mengadakan workshop tips perawatan koleksi kenangan setiap Sabtu dan Minggu mulai pukul sembilan pagi. Peserta akan mendapatkan pengetahuan tips bagaimana merawat koleksi benda pribadi yang sudah berumur.

Setiap jenis benda tentu saja membutuhkan perawatan yang berbeda. Misalnya di hari Minggu (27/6/2011), topik yang akan dibahas adalah merawat benda-benda tua yang terbuat dari bahan kain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com