Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sinyal Kereta Usang

Kompas.com - 07/07/2011, 03:46 WIB

Jakarta, Kompas - Persinyalan di perlintasan kereta Jabodetabek kondisinya membahayakan penumpang karena sering rusak akibat sudah tua dan usang. Kendati demikian, pemerintah pusat belum juga memberi kucuran dana kepada PT Kereta Api Indonesia untuk perawatan atau penggantian.

Dua hari terakhir, perjalanan kereta terganggu akibat persinyalan yang rusak di daerah Depok-Bogor.

Setidaknya 28 perjalanan di rute Jakarta-Bogor molor, Rabu (6/7). Akibatnya, perjalanan kereta rel listrik (KRL) mundur 10-30 menit dari jadwal keberangkatan dan kedatangan.

Akibat gangguan sinyal, Kepala Stasiun Bojong Gede Dharmawan menerangkan, pengendalian KRL yang masuk Stasiun Bojong Gede menuju Citayam terpaksa menggunakan sistem petak jalan, yakni dengan menunggu satu KRL tiba baru memberangkatkan KRL berikutnya.

Di Stasiun Bogor, dampak ikutan dari gangguan pagi hari itu masih terasa hingga siang karena efek domino keterlambatan. Kepala Stasiun Bogor Rochman menuturkan, keterlambatan terparah pada KRL Jakarta-Bogor selama 46 menit pada pukul 10.30, sedangkan keberangkatan dari Bogor-Jakarta 32 menit.

”Seminggu ini sudah 2-3 kali terjadi,” tutur Rochman. Persinyalan di sana sudah digunakan sejak tahun tahun 1993.

Gangguan sinyal juga terjadi di perlintasan Depok. Berbagai upaya sudah dilakukan, tetapi gangguan tetap saja terjadi. Gangguan terakhir terjadi di ruas jalur antara Stasiun Citayam (Depok) dan Stasiun Bojong Gede (Bogor). Gangguan terjadi saat di wilayah ini sedang diguyur hujan lebat.

Menurut Ahmad Supriadi, Kepala Resor Sinyal Telekomunikasi Depok Daerah Operasi I, PT Kereta Api Indonesia (KAI), alat persinyalan itu sudah berusia 18 tahun. Sejak awal tahun 2011 sampai Juli ini sudah ada sekitar 50 kali gangguan sinyal di wilayah Depok.

Bahayakan penumpang

Ahmad juga menegaskan, gangguan sinyal ini membahayakan keselamatan penumpang karena jika itu terjadi, perjalanan kereta tidak terpantau secara otomatis.

Kepala Humas Daop 1 PT KAI Mateta Rijalulhaq membenarkan usia sinyal yang digunakan di wilayah Jabodetabek rata-rata sudah 18 tahun. ”Idealnya, sinyal diganti setiap 10-15 tahun,” ucap Mateta.

Penggantian persinyalan yang sudah tua ini, menurut Mateta, tidak bisa dilakukan PT KAI karena sinyal tergolong prasarana perkeretaapian yang menjadi kewenangan pemerintah.

PT KAI hanya melakukan perbaikan bila ada sinyal yang rusak. Selain itu, ada juga perawatan rutin yang dilakukan. Kerusakan sinyal bisa disebabkan oleh bermacam hal, seperti kerusakan pada alat akibat tersambar petir dan hujan, hingga pencurian peralatan.

Vice President Angkutan Penumpang dan Customer Care PT KAI Husein Nurroni mengatakan, selama ini tidak ada biaya perawatan prasarana dari pemerintah.

Selama belum ada kucuran dana dari pemerintah, perawatan sinyal dilakukan PT KAI. Hanya, Husein mengakui, dana yang tersedia untuk perawatan prasarana sangat minim.

”Tahun ini, kebutuhan untuk biaya perawatan sinyal Rp 1,4 triliun, tetapi dana itu tidak dikucurkan pemerintah. Perawatan dilakukan dengan dana PT KAI. Jumlahnya memang tidak besar, yakni sekitar 50-60 persen, dari kebutuhan,” kata Husein.

Keterbatasan dana juga membuat tertundanya penggantian dan perawatan prasarana. Perawatan dan penggantian sinyal, telekomunikasi, dan listrik aliran atas yang tertunda mencapai Rp 3,7 triliun. (GAL/ART/NDY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com