Gemericik air terdengar saat Rina (17) dan beberapa temannya mencoba mendirikan tenda di lapangan kosong di antara sawah dan rimbun pohon di kejauhan yang menjadi hulu Sungai Cisadane.
Hari itu, Kamis (21/7), merupakan persentuhan pertama Rina dengan hulu sungai yang mengalir dekat dengan kesehariannya. ”Air sungai itu jauh lebih bening ketimbang di dekat sekolah saya. Kalau Cisadane di sana airnya sudah coklat,” tutur Rina, siswa kelas III SMK Triwijaya di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Selain airnya lebih jernih, Rina melihat lebar sungai itu di hulu hanya sekitar 4-5 meter, sedangkan di bawah bisa belasan hingga lebih dari 20 meter.
Selain Rina, ada lebih kurang 70 siswa SMA dan mahasiswa dari Jakarta dan Bogor yang mengikuti Green Camp ”Jelajah Hulu Cisadane” di Kampung
Mereka berkemah di lokasi itu selama tiga hari, melihat bagaimana kondisi ekosistem di hulu Cisadane, lalu kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kampung Ciwaluh, hunian
”Kami mengajak anak-anak di daerah ’hilir’ dan tengah sungai agar mereka tahu bagaimana kondisi di sini. Diharapkan, ada kesadaran untuk menjaga atau setidaknya berbuat sesuatu. Tidak saling menyalahkan antara yang di hulu dan hilir,” tutur Sita Rani, panitia Green Camp ”Jelajah Hulu Cisadane”.
Sungai Cisadane memiliki dua hulu utama, yakni di Gunung Pangrango dan Gunung Salak, lalu mengalir sepanjang 137,8 kilometer hingga Laut Jawa, melalui Tangerang (Banten). Sungai itu dimanfaatkan sekitar 3,2 juta penduduk di Jawa Barat dan Banten dengan luas daerah aliran sungai 148.682,68 hektar.
Menurut Ratnasari, Transcending Knowledge Manager Rimbawan Muda Indonesia, kondisi Sungai Cisadane dari hulu hingga hilir sudah memprihatinkan. Di hulu, sungai ini berhadapan dengan alih fungsi lahan dari pohon keras menjadi sawah, permukiman, atau kebun. Hal ini menyebabkan serapan air berkurang sehingga menyebabkan erosi. Selain itu, ada pula persoalan pencemaran air karena masyarakat menggunakan pestisida kimia di lahan sekitar hulu sehingga mematikan sebagian biota lokal.
”Dulu di sini mudah mencari udang air tawar, sekarang sudah susah. Harus naik lebih ke atas lagi,” tutur Irvan (38), ketua pemuda, di Kampung Ciwaluh.
Sementara di ”tengah”, sungai itu berhadapan dengan pencemaran, mulai dari sampah, limbah manusia, serta galian
Diharapkan, anak-anak itu