Rian (20) dan temannya, sesama penggemar musik yang kerap nongkrong
Saat kejadian, Minggu (7/8) dini hari, Rian dan puluhan temannya, laki-laki dan perempuan, naik sepeda motor berkeliling mulai dari Pasar Bogor, Paledang, hingga ke Pusat Grosir Bogor (PGB). Mereka membawa sekitar 200 paket makanan dan minum untuk tunawisma yang mereka temui di jalan.
Begitu mendekati PGB, mereka diserang. ”Tiba-tiba ada lima orang di belakang kami. Mereka meneriakkan nama salah satu SMK, lalu mengayunkan celurit. Kena punggung saya,” tutur Rian saat ditemui di Markas Polres Bogor Kota, Senin (8/8).
Rombongan Rian ketika itu sebenarnya cukup banyak, puluhan orang. Namun, akibat akumulasi rasa bingung, takut, dan khawatir karena di rombongannya banyak perempuan, mereka kabur. Rian langsung dibawa ke Rumah Sakit Salak. Luka di punggungnya mendapat tiga jahitan dan lukanya cukup dalam. Namun, luka itu tidak sampai membahayakan nyawa Rian.
”Setelah kejadian itu, kami coba mendatangi lagi sekitar lokasi. Ternyata, dari warga sekitar, kami mendengar sebelumnya ada masalah antarsekolah. Ada yang tawuran. Warga memperkirakan yang menyerang itu mengira kami dari sekolah musuh mereka,” tutur Gema (21), teman Rian.
Setelah kejadian itu, mereka melaporkan penyerangan tersebut ke Polres Bogor Kota. Kasus itu kini ditangani Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Kota.
Rian dan teman-temannya menyayangkan penyerangan itu. Apalagi, mereka sedang menggelar kegiatan sosial. Sepekan sebelumnya, mereka mengamen selepas maghrib di salah satu rumah makan di Jalan Pajajaran, Bogor, hingga akhirnya
”Saya enggak kapok untuk tetap memberi makanan sahur kepada sesama. Ini sudah rutin kami lakukan setiap tahun. Namun, sayang sekali ada masalah tawuran, kami yang kena getahnya,” ujarnya.
Tawuran pelajar di Kota Bogor cukup sering terjadi. Pada beberapa kesempatan, orang yang tak tahu-menahu ikut menjadi korban, entah warga sekitar ataupun pelajar. Data Satuan Tugas Pelajar Dinas Pendidikan Kota Bogor, selama tahun 2010-2011 sudah tujuh pelajar tewas akibat tawuran.
”Kalau kejadian tawuran skala kecil menengah dengan melibatkan pelajar dengan jumlah 1-2 angkutan kota sudah puluhan kali terjadi dalam tahun ini. Namun, kalau skala besar di tengah kota belum,” tutur
Menurut dia, pendorong tawuran itu nyaris tak ada. Pelajar hanya mencari-cari persoalan untuk dijadikan pemicu. Ruchjani menilai tawuran itu merupakan aktualisasi diri remaja yang negatif akibat kurangnya kedisiplinan yang diterapkan oleh manajemen sekolah. Ruchjani tidak sependapat jika minimnya fasilitas olahraga dijadikan kambing hitam tawuran di Kota Bogor.
”Kalau sanksi dari sekolah juga lemah, bagaimana? Sekolahnya juga tidak disiplin. Misalnya saja, seharusnya satu kelas 36 siswa, nyatanya ada yang 40-60 siswa sekelas. Sulit mengawasi siswa kalau begitu,” katanya.
Apa pun, harus ada upaya untuk menekan tawuran agar tidak terus menerus jatuh korban, apalagi mereka yang tak tahu-menahu….