Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Blok M Mencoba Berbenah

Kompas.com - 10/08/2011, 04:09 WIB

Neli Triana

Di emperan pusat perbelanjaan di Melawai, Blok M, Jakarta Selatan, Oji tekun menggoreskan pensilnya membentuk sketsa wajah seorang perempuan. Kanopi mal membuatnya terlindungi dari terik panas Jakarta pada siang hari, Rabu (3/8), itu. Sebagian karya lukis Oji terbingkai rapi dan sengaja dipamerkan berjajar di tembok selasar mal.

Orang-orang berlalu lalang di sekitar Oji. Mereka duduk di bangku-bangku yang disediakan pusat belanja atau memenuhi gerai-gerai makan siap saji. Setiap hari, setidaknya satu-dua orang mampir menggunakan jasa Oji untuk melukis foto diri, kekasih hati, foto keluarga, atau pesanan khusus.

Belasan pelukis jalanan yang dulu hidup di pinggir jalan raya sekitar Blok M terpapar asap kendaraan, kini, bisa menyalurkan bakat sekaligus bekerja nyaman.

Kompleks Melawai terbagi dalam blok-blok kecil, dipenuhi kios-kios berupa rumah toko, pusat perbelanjaan Blok M Square, tempat parkir di depan deretan kios, dan parkir di dalam gedung.

Ada beberapa terowongan yang menghubungkan kawasan ini dengan Blok M Mal yang berada di bawah tanah dan tersambung dengan Terminal Blok M. Melintasi jalur pejalan kaki, dari Melawai bisa langsung ke Pasar Raya Grande. Sedikit berjalan kaki lagi dan menyeberang menggunakan jembatan penyeberangan sudah sampai ke Plaza Blok M.

Itulah sekelumit pemandangan di Blok M, kini. Jika hanya sekilas melihat, memang tidak ada yang terlalu istimewa. Parkir liar masih ditemukan di jalan menuju Bulungan yang cukup mengganggu lalu lintas. Di Terminal Blok M yang melayani sedikitnya 54 rute ke seluruh Jakarta dan Koridor 1 busway Blok M-Kota, bus masih sering menumpuk menunggu antrean beroperasi di mulut pintu keluar yang menyebabkan kesemrawutan lalu lintas

Membenahi ikon kota

Namun, Pemerintah Kota Jakarta Selatan sedang gencar mendandani kembali kawasan yang pernah menjadi ikon kota itu. Seperti kata sejarawan Alwi Shihab dan Adolf Heuken, Blok M dibangun pada awal 1950-an sebagai pusat bisnis, hiburan, dan pertemuan banyak orang di pusat kota satelit Kebayoran Baru. Kota satelit ini berjarak 8 kilometer dari kota induk, yaitu kawasan Menteng, Monas, hingga Kota Tua.

”Fungsi itu masih berlaku sampai sekarang, tetapi kemudian Blok M lebih terkenal dengan kekumuhannya, penguasaan preman, dan jauh dari nyaman. Masalah itu yang coba kami atasi sekarang,” kata Wali Kota Jakarta Selatan Syahrul Effendi, Rabu (3/8).

Jika mau membandingkan, lanjut Syahrul, coba saja lihat kawasan Senen dan Tanah Abang di Jakarta Pusat, Jatinegara di Jakarta Timur, atau Pasar Minggu yang sama-sama di Jakarta Selatan. Tentu harus diakui, kawasan Blok M jauh lebih tertata dan nyaman dibandingkan dengan keempat kawasan pasar besar di Jakarta itu.

”Pertama, tentang premanisme, perlu pendekatan personal dengan para pemimpin kelompok selama bertahun-tahun sebelum akhirnya mereka bisa tunduk pada aturan yang berlaku. Sebagai contoh, masalah parkir. Di Melawai adalah satu-satunya tempat di Jakarta yang berlaku sistem satu tiket, satu pembayaran untuk parkir on street maupun off street,” kata Syahrul.

Direktur Operasional Blok M Square Panailian Simanjuntak mengatakan, sekarang juga sudah ada estate management, yaitu kerja sama antarpengelola pusat belanja di Blok M dalam menjaga keamanan kawasan tersebut secara bersama-sama.

Pedagang kaki lima yang memenuhi emper jalan, kini, juga dibersihkan dari ruas-ruas jalan di Melawai. Mereka ditampung di Blok M Square, versi modern dari Pasar Blok M yang terbakar 29 Agustus 2005, atau di ruko-ruko yang bertebaran di kawasan ini.

”Kawasan ini juga hidup 24 jam dengan berbagai aktivitas pedagang kaki lima dan pedagang pasar tradisional. Di lantai dasar, dengan penataan ruangan setengah terbuka, ada pasar basah. Kami juga menampung pelukis jalanan untuk tetap berkarya di emperan gedung kita, jadi tidak panas dan tidak membuat jalan raya sekitar Blok M kumuh,” ujar Panailian.

Selain pelukis jalanan, pada malam hari penjual makanan juga menggelar dagangannya dan melayani pelanggan dengan sistem lesehan. Sekitar pukul 02.00 hingga menjelang matahari terbit, giliran para pedagang kue subuh beraksi di sini.

Blok M adalah satu-satunya tempat di Jakarta yang berdekatan dengan ruang terbuka hijau, Taman Ayodya. Dari taman ini menuju Blok M sepanjang sekitar 1,4 kilometer tersedia jalur sepeda pertama.

Setengah-setengah

Meskipun demikian, pembenahan di Blok M masih dipandang miring sebagian ahli tata kota ataupun pemerhati lingkungan. Nirwono Joga, arsitek lanskap dan pengamat perkotaan, menilai, Taman Ayodya kurang tepat disebut ruang terbuka hijau karena dalam perhitungan rasio yang kasatmata, taman ini lebih banyak didominasi lapisan semen/conblok.

Menurut Penggiat bike to work Toto Sugito, jalur sepeda yang ada pun tidak menjawab kebutuhan pesepeda di Jakarta karena pendeknya lintasan dan belum terhubung ke area perkantoran tujuan para pesepeda.

Jangan lupa juga tentang sakit hatinya para pedagang tradisional yang tak bisa lagi mendapat tempat di Blok M Square pasca-kebakaran. Blok M Square adalah hasil revitalisasi pasar tradisional Melawai dan Plaza Aldiron. Grup Agung Podomomoro dan PD Pasar Jaya sepakat berkongsi dalam satu perusahaan bertajuk PT Melawai Jaya Realty untuk mengelola Blok M Square.

Harga kios baru di Blok M Square mencapai Rp 27 juta per meter persegi atau lebih. Padahal, kios lama paling mahal Rp 5 juta per meter persegi. Hanya sebagian pedagang lama yang bisa kembali membeli kios di dalam gedung baru.

Tak mampu membeli kios baru di gedung yang berdiri di bekas pasar tempat mereka berdagang selama puluhan tahun, sekitar 30 pedagang eks pasar Blok M mencoba mengelola sendiri pasarnya.

”Kami menyewa bangunan ruko dua lantai ini sekitar Rp 30 juta per bulan. Jadi, iuran rata-rata antara Rp 500.000 sampai Rp 1 juta per pedagang, tergantung dari jenis dagangan dan besar penghasilan. Sudah tiga tahun, sejak 2009, kami bersyukur masih bertahan di Blok M ini,” kata Hendrik, koordinator lapangan Pasar Mandiri Federasi Organisasi Pedagang Pasar Indonesia (FOPPI).

Di sisi lain, baik Syahrul Effendi maupun Panailian mengatakan, Melawai ke depan masih sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi ikon Jakarta Selatan kembali.

Blok M Square yang menempati lahan seluas 2,1 hektar dengan delapan lantai ini rata-rata dikunjungi 35.000 orang per hari.

Selain dagangan jenis fashion, seperti batik dan pakaian, di sini juga ada 150 pedagang buku eks-Kwitang, bioskop, masjid, dan foodcourt. Di sekitarnya, bertebaran kios pedagang emas, restoran Jepang, dan toko yang memenuhi kebutuhan ekspatriat.

Maklum, Melawai dulu juga disebut ”Little Tokyo” karena banyak dikunjungi orang asing yang bekerja di Jakarta dan tinggal di sekitar Blok M.

”Kawasan ini bisa dikembangkan sebagai wisata keluarga, tetapi tetap pas untuk didatangi ekspatriat. Yang jelas, tidak lagi sekadar tempat transit orang. Namun, fasilitas dan jaminan kenyamanan maupun keamanan harus ada,” kata Panailian.

Untuk mendukung program pengembangan kawasan itu, Pemerintah Kota Jakarta Selatan setiap tahun menggelar Festival Little Tokyo dan Festival Makanan Nusantara.

Cukupkah upaya tersebut untuk kembali mendongkrak popularitas Blok M? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com