JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi kekerasan yang terjadi pada Jumat (16/9/2011) dan Senin (19/9/2011) di SMAN 6 Jakarta merupakan puncak dari kegagalan pembinaan yang dilakukan pendidik di sekolah itu.
Pasalnya, aksi kekerasan itu sudah berlangsung dari tahun ke tahun dan tak pernah mampu diselesaikan. Demikian disampaikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am, Kamis (22/9/2011), di Jakarta.
"Kalau pembinaannya baik, maka tradisi ini sudah hilang. Artinya, Ini menunjukan ketidakmampuan para pemimpin sekolah itu untuk menghilangkan aksi kekerasan," ungkapnya.
Ia pun meminta instansi terkait untuk segera mengevaluasi pembinaan yang dilakukan oleh sekolah tersebut. "Ini adalah pucak gunung es dari sistem pendidikan saat ini. Anggaran pendidikan naik namun belum berbanding lurus dengan naiknya kualitas pendidikan," tuturnya.
Sistem pendidikan saat ini, lanjut Asrorun, lebih mengedepankan capaian bersifat kuantitatif dengan angka seperti Ujian Akhir Nasional. "Seharusnya indikator keberhasilan anak itu dilihat dari karakter dan sportivitas. Ini lebih baik dibandingkan faktor angka," katanya.
Pengembangan karakter inilah yang menjadi tanggung jawab pihak sekolah. Sehingga, kapanpun dan jam berapapun bila muridnya tawuran atau melakukan kekerasan pihak sekolah tetap harus bertanggungjawab.
"Guru tetap harus bertanggung jawab, jadi kalau mereka membantah untuk tidak mau bertanggung jawab maka itu harus dipertanyakan," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.