Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Visum Mun'im pada Irzen Okta Diduga Direkayasa

Kompas.com - 20/10/2011, 19:10 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil visum yang dilakukan dr Mun'im Idries terhadap jasad korban dugaan penganiayaan oleh debt collector Citibank, Irzen Okta, dinilai sarat rekayasa.

Pasalnya, ada beberapa temuan yang terasa ganjil mengingat kondisi mayat yang sudah tidak lagi sama saat visum pertama kali dilakukan empat jam setelah kematian oleh ahli forensik UI, Ade Firmansyah, 29 Maret 2011.

Sementara, visum Mun'im dilakukan pada 20 April 2011 atau 22 hari setelah kematian Irzen. Kuasa hukum lima tersangka kasus penganiayaan itu, Luthfie Hakim, mengungkapkan, visum Mun'im menunjukkan Irzen tewas karena luka lecet dan memar pada batang otak akibat kekerasan benda tumpul.

Visum itu bertolak belakang dengan hasil forensik UI, Ade Firmansyah, yang menunjukkan Irzen tewas karena mati lemas.

Adapun luka lecet di bagian hidung korban diduga akibat kekerasan dengan benda tumpul yang tidak menyebabkan kematian.

"Kami mempertanyakan hasil visum Mun'im. Bagaimana dia bisa menyebutkan adanya memar batang otak, padahal visum yang dilakukan Mun'im itu 22 hari setelah kematian," ucap Luthfie, Kamis (20/10/2011), dalam jumpa pers di Jakarta.

Ia melanjutkan, jasad korban pada waktu itu rusak parah, apalagi sudah dikubur di TPU Srengseng Sawah, bagian otak dan otot pun sudah luruh. Maka, kuasa hukum menduga visum Mun'im itu merupakan percampuran data visum Ade Firmansyah yang dimanipulasi olehnya.

"Misalnya, di bagian lecet akibat benda tumpul di visum Ade ada di bagian hidung hanya bukan penyebab kematian, sedangkan dalam visum Mun'im hanya disebut ada luka lecet tanpa disebutkan bagian mana dan langsung disambung kata-kata memar di bagian batang otak akibat kekerasan yang menyebabkan kematian Irzen," tutur Luthfie.

Menurut Luthfie, Mun'im telah melakukan pengaburan fakta sebenarnya. Ia pun mempertanyakan kesahan Mun'im dalam memvisum ulang Irzen Okta. Pasalnya, yang berhak menunjuk ahli forensik untuk memvisum hanyalah penyidik Polri, bukan perorangan.

"Tidak bisa perorangan melakukan visum sendiri terhadap tubuh orang lain. Apalagi, Mun'im ditunjuk pengacara, bukan penyidik," tukas Luthfie.

Anehnya, hasil visum yang dilakukan Mun'im juga ikut dimasukkan ke berkas perkara meski sudah ada visum resmi dari Ade Firmansyah. Di dalam berkas perkara itu, status Mun'im bukan ahli forensik, melainkan saksi.

"Saksi itu kan yang melihat, mendengar, dan merasakan kejadiannya langsung. Apa Mun'im orang yang ada saat tewasnya korban? Kan, tidak. Ia juga tidak bisa mengatasnamakan ahli karena bukan ditunjuk penyidik," paparnya.

Ia menjelaskan, fakta ini baru terbongkar setelah kuasa hukum menerima salinan berkas perkara saat kasus itu dilimpahkan ke kejaksaan.

Sidang perdana kasus dugaan penganiayaan Irzen Okta akan dilaksanakan pada Senin (24/10/2011) dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Kami akan masukkan temuan kami ini ke eksepsi," tutur Luthfie.

Diberitakan sebelumnya, Irzen Okta mendatangi kantor Citibank pada 29 Maret 2011. Irzen tewas setelah diinterogasi mengenai tunggakan kartu kreditnya yang mencapai Rp 100 juta.

Kepolisian menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut. Kelima tersangka adalah para debt collector, yakni Arif Lukman, Donald Harris Bakara, Henry Waslinton, Humisar Silalahi, dan Boy Anto Tambunan.

Semuanya dijerat dengan Pasal 333, Pasal 351 Ayat 3, dan Pasal 335 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Semua tersangka diduga melakukan pidana perampasan kemerdekaan seseorang, penganiayaan yang mengakibatkan kematian seseorang, dan perbuatan tidak menyenangkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com