Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tidak Serius Benahi KRL

Kompas.com - 21/10/2011, 02:49 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah tidak serius membenahi kereta rel listrik Jabodetabek. Padahal, kereta seharusnya menjadi tulang punggung untuk menopang perjalanan komuter sekaligus cara untuk mengurangi kemacetan di Jakarta dan sekitarnya.

Pengamat perkeretaapian Taufik Hidayat, Kamis (20/10), mengatakan, kereta api sering menjadi tumbal kebijakan populis pemerintah. Salah satu bentuknya adalah menekan tarif kereta serendah mungkin. Sementara perimbangan subsidi dari pemerintah yang seharusnya dikucurkan lewat dana public service obligation (PSO) masih jauh dari kebutuhan.

Pencairan dana PSO kerap tertunda hingga akhir tahun. Hingga kemarin, dana PSO tahun 2011 belum juga cair. Padahal, dana PSO dibutuhkan untuk menutup selisih biaya operasional dan harga tiket kereta ekonomi di Indonesia, termasuk KRL ekonomi. ”Penekanan tarif akan menghancurkan kereta. Ini sering terjadi untuk kepentingan politik sehingga merusak pelayanan. Tarif kereta juga harus rasional agar bisa berkesinambungan dan meningkatkan pelayanan,” ujar Taufik.

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Ignasius Jonan mengatakan, dana PSO untuk kereta ekonomi sesuai kontrak tahun 2011 berjumlah Rp 639 miliar dari pengajuan Rp 1,2 triliun. Dari jumlah itu, Rp 90 miliar digunakan untuk KRL ekonomi.

Tahun 2010, dana PSO KRL ekonomi berjumlah Rp 85 miliar. Adapun penumpang KRL ekonomi berdasarkan penjualan tiket adalah 104 juta orang. Artinya, subsidi untuk setiap penumpang hanya Rp 818. Sementara pendapatan dari tiket KRL ekonomi Rp 255 miliar. Jika dirata-rata, harga tiket KRL ekonomi tak sampai Rp 2.500 per orang. Kalau ditambah dengan dana PSO, pendapatan dari KRL ekonomi tidak lebih Rp 4.000 per penumpang.

Angka ini jauh dari kebutuhan pemeliharaan sarana dan prasarana. Sebagai perbandingan, harga tiket KRL Commuter Line nonsubsidi Rp 5.500-Rp 7.000. ”Dengan kondisi seperti ini, tidak bisa mengembangkan KRL. Lebih baik dibuat KRL dengan satu kelas pelayanan dan satu tarif, tanpa subsidi,” kata Jonan.

Jauh di bawah tarif bus

Tarif KRL masih di bawah tarif bus. Tiket bus non-AC dari Bogor ke Jakarta mencapai Rp 7.000, sedangkan tiket bus dengan pendingin ruangan Rp 10.000. Dana yang minim ini membuat armada KRL ekonomi tidak pernah berganti. Usia KRL ekonomi lebih dari 18 tahun. Bahkan, KRL jenis rheostatic yang pertama kali digunakan saat KRL dari Jepang masuk Jakarta tahun 1976 masih dipakai.

Jumlah KRL ekonomi yang siap operasi sekitar 120 unit per hari dari total 400 unit KRL siap operasi. KRL ekonomi melayani 110 perjalanan dari total 460 perjalanan KRL Jabodetabek.

Kementerian Perhubungan membantah minimnya perhatian terhadap perkeretaapian. ”Kondisi perkeretaapian akan membaik seiring penambahan anggaran,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan.

Dari anggaran Kementerian Perhubungan Rp 22 triliun tahun 2011, porsi untuk perkeretaapian Rp 4,6 triliun. Namun, di pagu anggaran tahun 2012 sebesar Rp 26 triliun, anggaran perkeretaapian Rp 8,6 triliun. ”Naiknya, hampir 100 persen,” ujarnya.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tundjung Inderawan menjelaskan, anggaran Rp 8,6 triliun itu untuk pembangunan jalur rel ganda di pantai utara Jawa (selesai 2014); persinyalan dan rel ganda lintas Duri-Tangerang (selesai 2013); jalur ganda Serpong-Maja (selesai 2013); elektrifikasi, persinyalan, dan pembangunan substasiun lintas Bogor; serta lintas Bekasi. (RYO/GAL/ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com