Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter Mun'im "Pro Justitia" atau Pro OC Kaligis?

Kompas.com - 31/10/2011, 13:23 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum terdakwa dalam kasus kematian Irzen Okta mempertanyakan kredibilitas dr Abdul Mun'im Idris sebagai pakar forensik. Selain mempertanyakan hasil otopsi ulang, kuasa hukum menilai laporan yang dibuat Mun'im pro OC Kaligis, bukan pro justitia.

"Otopsi ulang yang dilakukan dr Mun'im pro OC Kaligis, bukan pro justitia karena dibuat berdasarkan permintaan OC Kaligis," kata M Sholeh Amin, kuasa hukum lima terdakwa kasus ini, saat menyampaikan nota keberatan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (31/10/2011).

Atas dasar keberatan tersebut, kuasa hukum menilai laporan dr Mun'im tidak layak dijadikan rujukan oleh jaksa penuntut umum dalam dakwaannya.

Otopsi ulang dilakukan dr Mun'im Idris terhadap jasad Irzen Okta, 22 hari setelah kematian nasabah Citibank itu pada 29 Maret 2011. Hasil otopsi Mun'im menyimpulkan bahwa penyebab kematian Irzen adalah pecahnya pembuluh darah akibat kekerasan fisik.

Sebelumnya, jasad Irzen sudah diotopsi oleh rekan Mun'im di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, yaitu dr Ade Firmansyah Sugiharto. Otopsi yang dilaksanakan atas permintaan penyidik itu dilaksanakan langsung pada hari kematian Irzen. Hasil otopsi dr Ade menunjukkan, kematian Irzen disebabkan penyakit pecahnya pembuluh darah.

Otopsi ulang yang dilakukan dr Mun'im, menurut kuasa hukum, tidak sesuai dengan sistem peradilan pidana di Indonesia. Pasalnya, tindakan tersebut tidak didasarkan pada permintaan penyidik.

Sholeh melanjutkan, posisi dr Mun'im Idris dalam memberikan opininya tidak sedang dalam tugas sebagai dokter spesialis forensik yang diminta oleh penyidik untuk melakukan otopsi. "Dia (Mun'im) sekadar dokter biasa yang diminta seorang warga negara biasa bernama OC Kaligis untuk membuat opini," kata Sholeh.

Tudingan kuasa hukum juga didasarkan pada laporan hasil otopsi yang dibuat dr Mun'im. Sebagai dokter forensik senior, menurut Sholeh, dia sebenarnya sudah memahami bila jaringan otak manusia akan mengalami kerusakan setelah tiga hari.

"Apalagi kalau otopsinya dilakukan 22 hari setelah kematian. Jelas jaringan otaknya sudah hancur," kata Sholeh.

Mun'im juga dituding hanya menyalin beberapa bagian laporan hasil otopsi dr Ade Firmansyah dalam laporannya sendiri. Terlebih lagi, beberapa detail yang disyaratkan dalam laporan otopsi juga tidak dicantumkan dr Mun'im. Atas dasar pertimbangan itulah tim kuasa hukum menilai laporan dr Mun'im tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak dapat dijadikan bagian dari surat dakwaan jaksa penuntut umum.

Sidang lanjutan kasus kematian Irzen Okta telah memasuki tahap pembacaan eksepsi kuasa hukum dengan terdakwa Boy Yanto Tambunan sebagai otak pembunuhan, dan tiga terdakwa lainnya yang diduga terlibat, yaitu Arief Lukman, Henry Waslinton, dan Donald H Baskara. Mereka didakwa telah melakukan kekerasan fisik yang berujung kematian Irzen Okta di kantor Citibank, Menara Jamsostek, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, pada 29 Maret silam.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com