Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Bertahan Hidup di Permukiman Padat Penduduk

Kompas.com - 21/11/2011, 01:44 WIB

Dunia kehidupan Sumiyati (35), suami, dan empat anak mereka berada di kamar berukuran 2,5 meter x 2 meter di dalam pemondokan orangtua di RT 07 RW 01 Kelurahan Kalianyar, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Di pemondokan dua tingkat dengan 17 kamar dan 2 kamar mandi itu, keluarga Sumiyati berbagi suka dan duka bersama 100 penghuni yang berasal dari luar DKI Jakarta.

Tempat tinggal Sumiyati hampir penuh sesak meski cuma diisi dipan dua tingkat dan lemari pakaian yang di atasnya terdapat televisi 14 inci dan tumpukan kardus. Perkakas keluarga sekaligus untuk berjualan makanan dan minuman cepat saji diletakkan di luar kamar, di atas sebuah meja. Di meja itu juga ditaruh kompor dan tabung gas, rak untuk makanan dan minuman dalam kemasan plastik, serta tumpukan kotak yang penuh berisi botol minuman.

Dengan berjualan mi dan minuman instan serta kue, Sumiyati membantu suami yang menjadi pereparasi elektronik. Pendapatan dalam sebulan tidak tentu. Untunglah orangtua tidak membebani Sumiyati dengan sewa pemondokan. Ia dibolehkan menempati sepetak kamar sampai kapan pun. ”Penghasilan cuma untuk urusan perut dan sekolah anak,” kata Sumiyati, Kamis (17/11) siang.

Pemondokan bertarif sewa Rp 300.000 per bulan per kamar itu dihuni para pendatang yang masih percaya Ibu Kota. Pendatang itu bekerja sebagai penjual sayur-mayur, makanan dan minuman, buruh konfeksi dan sablon, kuli bangunan atau kuli pasar, pengojek sepeda motor, dan juru parkir. Dengan kerja inilah mereka bertahan hidup dan tinggal berjejalan di pemondokan itu.

Gang selebar 1,5 meter menjadi pembatas pemondokan dan bangunan bertingkat tempat usaha konfeksi dan sablon, warung makan, dan warung kelontong. Gang itu pun sebenarnya saluran air yang ditutup papan agar bisa dijadikan tempat berjualan, mencuci, parkir, bersantai, bahkan arena bermain anak-anak.

Hidup di ruang sempit dengan banyak individu itu meruntuhkan tembok rahasia di antara penghuni. Nyaris mustahil menutupi masalah keluarga seperti cekcok, bahkan hubungan seksual suami-istri. Penghuni rentan menulari atau tertular penyakit.

Terpadat

Kelurahan Kalianyar cuma seluas 32 hektar, tetapi dihuni hampir 30.000 jiwa sehingga menjadi kawasan terpadat di Tambora. Bahkan, Tambora yang seluas 542 hektar dan dihuni hampir 270.000 jiwa kondang berpredikat kecamatan terpadat se-Asia. Kepadatan penduduk 500 jiwa per hektar atau jauh melampaui kategori wilayah padat yang 150 jiwa per hektar. ”Yang juga bikin prihatin, Tambora dikenal kumuh karena permukiman tidak teratur, tidak layak huni, tetapi padat penduduk,” kata Kepala Seksi Kependudukan dan Catatan Sipil Kecamatan Tambora MA Sjahrullah (52).

Sejarah mencatat Tambora menjadi jantung kehidupan Jakarta saat masih bernama Batavia dengan kota tua berupa deretan bangunan zaman kolonial bekas kantor, gudang, toko, bahkan pabrik. Seiring waktu, Tambora terus berperan sebagai magnet ekonomi Jakarta yang menarik orang-orang untuk bermukim, berusaha, dan berkembang. ”Selama memberi kehidupan, saya rasa Tambora tidak akan ditinggalkan biarpun kumuh,” kata Sri Hartati (45), Ketua RT 07 Kelurahan Kalianyar yang sudah menetap 35 tahun.

Statistik menunjukkan, 406 orang datang ke Tambora dan 117 orang pergi dari Tambora dalam kurun September-Oktober 2011. Masih dalam rentang waktu tersebut, 86 bayi lahir dan 90 orang meninggal dunia. Pertambahan penduduk menjadi mustahil untuk dihindari, apalagi dibendung.

Cilincing

Di salah satu rumah di RT 06 RW 04 Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, tinggal Darini (45) dan suaminya, Wadi (58), yang berprofesi sebagai nelayan tangkap. Bersama mereka, di rumah berukuran 7 meter x 6 meter itu tinggal tiga anak mereka yang masih kecil. Mereka masih berbagi ruang lagi dengan dua anak yang telah berkeluarga dan masing-masing memiliki satu anak balita.

Rumah itu dibagi menjadi tiga kamar tidur yang disekat kayu dan berpintu selebar kain. Kamar bagian belakang ditempati Darini dan suaminya, sedangkan dua kamar lain di bagian depan ditempati kedua anak mereka yang telah berkeluarga. Tiga anak Darini yang masih kecil menempati ruang tamu yang diubah menjadi kamar tidur. Bagian teras dimanfaatkan sebagai dapur karena ruang yang tersisa di dalam rumah sudah digunakan untuk kamar mandi.

Kendati berimpitan dengan rumah-rumah lain, rumah Darini memiliki sirkulasi udara relatif baik karena langsung menghadap ke pantai pesisir utara Jakarta. Namun, untuk menjangkau rumah keluarga nelayan ini harus melalui gang sempit dan lorong gelap yang kanan dan kirinya dipadati deretan petak rumah, yang sebagian besar konstruksinya semipermanen dan ditinggali lebih dari lima orang.

Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Utara mencatat, Kalibaru merupakan daerah terpadat di Jakarta Utara di samping Kelurahan Penjaringan dan Pejagalan. Jumlah penduduk 72.525 jiwa dengan kepadatan 9.708 jiwa per kilometer persegi, mendekati rata- rata kepadatan penduduk Jakarta Utara yang mencapai 10.250 jiwa per kilometer persegi.

Masalah muncul ketika ada anggota keluarga belum punya rumah karena harga tanah dan bangunan kian mahal. Mereka menumpang di rumah orangtua. Rumah dibangun lebih tinggi.

Di kawasan Kalibaru, sebagian warga mengokupasi area pantai. Warga dari kalangan buruh mengokupasi bantaran kali, Kali Bangleo dan Kalibaru. Bahkan, Kali Bangleo, yang tahun 1960-an menjadi jalur perdagangan antara petani Bekasi dan nelayan Cilincing, kini sebagian alirannya menyempit. Lebarnya tinggal 2 meter dan dipenuhi sampah. Okupasi ini tidak akan berhenti jika tidak ada solusi dari pemerintah.

(Ambrosius Harto Manumoyoso/Madina Nusrat)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com