Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Redistribusi untuk Rakyat Mendesak

Kompas.com - 28/11/2011, 03:46 WIB

Jakarta, Kompas - Aturan soal redistribusi tanah untuk rakyat mendesak untuk segera dibuat. Pemerintah hingga saat ini dinilai abai terhadap amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Meskipun telah diundangkan sejak 1960, upaya pendistribusian tanah untuk rakyat tidak pernah terealisasikan. Pemerintah justru mengeluarkan Rancangan Undang-Undang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan yang berpotensi merampas hak rakyat atas tanah.

”Negara punya kewajiban konstitusional lebih awal, yakni memastikan rakyat punya hak atas tanah dengan dukungan yang legitimate. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, dalam setiap 10 tahun laju peningkatan petani gurem alias petani yang tak punya tanah terus meningkat. Ini artinya distribusi lahan untuk rakyat tak maju-maju,” kata Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Idham Arsyad di Jakarta, Minggu (27/11).

Menurut Idham, pemerintah tak hanya abai terhadap amanat Undang-Undang Pokok Agraria yang telah disahkan sejak lebih dari setengah abad silam, tetapi justru mencederai hak konstitusional rakyat untuk mendapatkan tanah dengan mengeluarkan RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan. ”Saat kewajiban konstitusional negara belum ditunaikan, tiba-tiba ada RUU yang secara tegas bisa memberi tanah untuk pembangunan. Di mana aspek keadilannya? Memang ada tanah yang dikuasai rakyat, tetapi mereka kan tidak punya legalitas. Jadi, ketika ada RUU Pengadaan Tanah, rakyat tidak punya daya tawar lagi,” katanya.

Anggota Panitia Kerja DPR untuk RUU Pengadaan Tanah, Abdul Malik Haramain, mengungkapkan, DPR dan pemerintah masih alot membahas soal siapa pelaksana pengadaan tanah untuk pembangunan, dari perencanaan, persiapan, penetapan lokasi, hingga pelaksanaan dan pengendali pemanfaatan tanah. ”Kami minta agar pada proses penetapan lokasi, pengadilan dilibatkan jika ada protes atau penolakan warga. Begitu juga pada proses pelaksanaan penentuan ganti rugi, pengadilan harus terlibat sebagai pemutus akhir dari nilai ganti rugi dan bentuk ganti rugi,” katanya.

Malik mengatakan, DPR juga belum sepakat soal ketentuan RUU Pengadaan Tanah yang menyebut BUMN yang bergerak di bidang kepentingan umum mendapat penugasan pemerintah untuk mengadakan tanah. ”Bisa ini menjadi pasal karet karena bisa saja semua BUMN dibolehkan,” katanya.

Menurut Malik, DPR sebenarnya mengakui, RUU Pengadaan Tanah berpotensi memiskinkan rakyat di saat proses redistribusi tanah tak juga dijalankan pemerintah. (BIL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com