Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi, Berpihaklah kepada Korban

Kompas.com - 05/12/2011, 06:35 WIB
Windoro Adi

Penulis

KOMPAS.com "Thieves in Rawamangun, East Jakarta, Caught in CCTV Camera".

Rekaman yang diunggah ke Youtube itu dibuat Har (40). Rekaman mengisahkan aksi empat pencuri di rumah Har di kawasan Pulo Asem Utara Raya, Rawamangun, Jakarta Timur (Jaktim), Sabtu (19/11/2011).     

Dengan alasan hendak mengukur ruang dan membawa paket, dua pelaku masuk ke rumah Har. Dua pelaku lainnya menunggu di luar. Mereka datang dengan dua sepeda motor. Mereka berhasil menggasak sejumlah barang berharga dari rumah korban.     

Har tidak melaporkan kasus ini ke Polsek Metro Pulogadung. Ia cuma mengunggah rekaman kasusnya ke Youtube. Mengapa? 

"Saya pernah punya pengalaman serupa dan melapor ke Polsek Metro Pulogadung, tetapi saya kecewa," tuturnya saat dihubungi, Rabu (30/11/2011) lalu.     

Peristiwa serupa itu terjadi pada Senin (14/11/2011). Hari itu, dua pria mencuri televisi dari rumah Har. Sial, aksi mereka dilihat warga. Kedua pelaku babak belur dihajar massa. Meski demikian, mereka akhirnya lolos dari kepungan dan kabur.     

Har lalu melaporkan kasus ini kepada polisi. Ia hanya menyerahkan rekaman CCTV (close circuit television) dan menolak menyerahkan televisi sebagai barang bukti. "Saya menolak karena polisi tidak bisa memastikan, kapan televisi dikembalikan," katanya.     

Saat rekaman diunggah ke Youtube, opini negatif publik terhadap polisi cepat meluas. Terlebih lagi setelah media portal, diikuti media massa lain, ikut melansir kisah pencurian tersebut. Beruntung, Polda Metro Jaya tanggap. Dua dari empat pencuri ditangkap.    

Barang bukti     

Di tempat lain, CK (30), seorang pengusaha, kehilangan puluhan telepon genggam yang baru ia beli setelah sedan BMW-nya dibobol maling, Sabtu (12/11/2011) sekitar pukul 19.00. Meski rugi puluhan juta rupiah, ia memilih tidak melapor ke polisi.     

"Daripada BMW ditahan sebagai barang bukti, lebih baik saya telan sendiri pengalaman pahit ini. Kalau saya kehilangan mobil, maka saya akan kehilangan banyak peluang bisnis bagus," tutur CK.

Kala itu, mobil BMW ia parkir di sentra perdagangan telepon genggam di kawasan Roxy, Jakarta Barat (Jakbar). Areal parkir dijaga beberapa petugas keamanan. CK hanya meninggalkan kendaraan seperempat jam. Namun saat kembali, ia melihat kaca mobil pecah. Puluhan telepon genggam, yang ada di mobil, hilang.     

Di waktu lain, terjadi tabrakan beruntun di Jalan Tol Cikampek, Jawa Barat. Tabrakan terjadi setelah bak truk peti kemas terpelintir menyapu lima sedan di depan. Seusai kejadian, polisi bukan hanya menahan truk peti kemas, melainkan juga kelima mobil sedan yang menjadi korban.      

Berikutnya, gudang seorang pedagang beras di Pasar Induk Cipinang, Jaktim, dibobol maling. Seluruh uang dalam brankas besar, senilai ratusan juta rupiah, lenyap. Meski demikian, korban memilih tidak melapor polisi, sebab, "Kalau gudang saya dipasangi garis polisi, kami tidak bisa bekerja. Buat melepas garis polisi pun harus bayar," tutur juragan beras itu.

Apa yang disampaikan pedagang itu bukan isapan jempol. Seorang pengusaha restoran di kawasan Kedoya, Jakarta Barat, mengaku menyerahkan uang puluhan juta rupiah agar garis polisi yang dipasang di sekeliling restorannya, yang terbakar, bisa dilepas. "Selama garis polisi terpasang, saya tidak bisa membangun kembali dan membuka restoran saya," katanya, saat mengadu.  

Diskresi     

Dalam tiga kasus pertama seperti yang dipaparkan, polisi tidak membedakan antara barang hasil kejahatan, barang sebagai alat kejahatan, dan barang milik korban kejahatan atau kelalaian orang lain. Akibatnya, korban kejahatan, atau korban kelalaian orang lain, memilih tidak berurusan dengan polisi karena dirugikan.      

Polisi memang tidak melanggar hukum. Namun, polisi tidak memihak korban, bahkan merugikan korban, dan kadang berakhir dengan praktik suap seperti pada dua kasus garis polisi tadi. Padahal, ada mekanisme lain agar polisi memihak korban dan tidak melanggar hukum, yaitu lewat mekanisme diskresi seperti disebut pada Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.     

Dalam pasal ini disebutkan, demi kepentingan umum, polisi dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Pelaksanaan dilakukan dengan memerhatikan peraturan perundangan, serta kode etik. Dengan diskresi, polisi tidak perlu menahan barang milik korban kejahatan atau kelalaian orang lain.     

Sebagai gantinya, korban cukup menyerahkan potret barang dari segala sisi sesuai kebutuhan polisi, atau menyerahkan rekaman seperti dilakukan Har, dan membuat pernyataan tertulis yang dibutuhkan penyidik.     

"Namun, pemasangan garis polisi dalam satu kasus tak bisa dihindari. Yang harus dicegah adalah kemungkinan praktik suap di balik pelepasan garis polisi, atau pemasangan garis polisi terlalu lama sehingga merugikan korban, dalam hal ini pemilik bangunan," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharuddin Djafar, Rabu (30/11/2011).      

Ia mengimbau agar korban, yang merasa dirugikan, tidak dilayani dengan pantas, atau tidak dilindungi dengan semestinya oleh polisi, melapor ke Propam (Profesi dan Pengamanan). "Laporkan ke personil Propam di tingkat polsek. Tidak puas? Lanjutkan pengaduan ke personel Propam di tingkat polres. Masih kurang puas? Anda bisa datang ke kantor Propam Polda Metro," ungkap Baharuddin.     

Ia mengakui, polisi yang diimpikan publik adalah polisi yang mampu memanfaatkan diskresi untuk melindungi korban, sambil tetap memelihara penegakan hukum.

"Kita mau polisi itu bukan cuma penegak hukum, tetapi polisi yang dicintai lingkungannya," ucap Baharuddin. Salah satu kuncinya, tentu saja, memihak kepentingan korban. (WINDORO ADI dan IWAN SANTOSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com