Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peredaran Masih Saja Dikendalikan dari Bui

Kompas.com - 31/12/2011, 03:04 WIB

Akhir Desember 2010, pemain besar sabu dan ekstasi, Kamir Santoso, ditangkap Badan Narkotika Nasional. Ia ditangkap di apartemen di Guangdong, China, setelah tinggal di sana selama setahun.

Dia adalah kaki tangan Mafia Triad. Pengikutnya tersebar di Hongkong, Makau, Vietnam, Taiwan, dan sejumlah negara lain. Ia membangun jaringan di antara kaum China perantauan. Setiap hari, dia dan jaringannya menjual 1-1,5 kilogram sabu.

Buat Kamir, penjara di Indonesia menjadi tempat paling aman untuk membangun dan menggerakkan bisnis gelapnya. Lembaga Pemasyarakatan Tangerang, Banten; Rutan Salemba dan Cipinang di Jakarta; Penjara Banceuy di Bandung; bahkan Nusakambangan, Jawa Tengah, pernah ia singgahi.

Tahun 2006, dari tangannya petugas menyita 52.254 butir ekstasi, 8,5 kg sabu-sabu, dan berbagai prekursor serta alat produksinya. Setelah dijebloskan di Lapas Narkotika Cipinang, polisi kembali menggerebek kamar tahanannya dan menyita 22,7 kg sabu. Karena diduga terlibat, sipir Zaenudin dan Nusantara Ariyanto ditangkap, sementara sipir lainnya, Deni Sastori, buron.

Setelah bebas tahun 2009, Kamir bertemu Deni di China, Mei 2010. Keduanya melanjutkan bisnis gelap sabu mereka. Atas nama Machine Development and Products Factory Room 1033 Huaxing Garden Kwontong Kowloon Hongkong, mereka mengirim paket sabu sebanyak 1 kg ke PT Kaisar Sentosa di Cipinang Muara. Jakarta Timur.

Dengan bantuan keuangan Kamir, Deni membangun dan mengelola tiga pabrik sabu di Cipinang Lontar, Jakarta Timur. Saat pabrik digerebek, petugas BNN menyita 2,5 kg sabu, prekursor ephedrine 38,6 gram, dan ketamin seberat 11,8 gram. Nilai seluruhnya Rp 6 miliar.

Saat mendekam di penjara Nusakambangan tahun 2007, Kamir menjalin hubungan dengan Kepala Lapas Marwan Adli. Dengan bantuan Marwan, Kamir membangun bisnis narkobanya di sana dibantu terpidana narkoba, Hartoni dan Kapten. Marwan saat ini jadi terdakwa dan dituntut 20 tahun penjara.

Di sanalah Kamir dan kawan-kawannya setiap hari mampu menjual sabu 1-2 kg atau senilai sekurang-kurangnya Rp 1 miliar-Rp 2 miliar.

Lewat bantuan sipir, Kamir membangun jaringan bisnisnya lewat internet. Hampir seluruh penjara di Tanah Air menjadi simpul bisnis gelap Kamir.

Selain di Cipinang Lontar, mereka juga memiliki pabrik sabu di Pademangan IV, Pademangan Timur, Jakarta Utara. Dari sana, petugas pernah menyita 22.254 butir ekstasi dan 8,36 kg sabu. Pabrik sabu mereka lainnya ada di Mediterania, Kelapa Gading, Jakarta utara.

Sulit mendapatkan saksi yang memberatkan Kamir dan kelompoknya. Narapidana narkoba, Benny dan Afon, diberitakan tewas karena jatuh dari kamar mandi. Yudi, warga Tangerang, ingkar bersaksi tentang Kamir setelah istri dan anaknya tewas dengan cara mencurigakan.

Akhir Desember 2011, giliran Polda Metro Jaya menangkap sembilan kurir narkoba. Pengendali mereka adalah empat pemain lama, yaitu dua warga negara Nigeria yang ditahan di Nusakambangan, dan dua lagi masih buron di Malaysia. Dari tangan kesembilan tersangka, polisi menyita 17,3 kg sabu asal Iran, 7 ons heroin asal India, dan 6.300 butir ekstasi asal Belanda.

Eksekusi lamban

Sampai sekarang, pasar sabu dan ekstasi di Tanah Air masih kuat. Bisnis barang ilegal di balik bui ini pun seolah tak surut.

”Bagaimana bisa surut kalau eksekusi mati para terpidananya terus ditunda,” ujar Kepala Bagian Humas BNN Sumirat Dwianto saat dihubungi pada Jumat (30/12) malam.

Menurut dia, sebagian terpidana mati sudah belasan tahun menunggu eksekusi tersebut. Merekalah yang paling aktif menggerakkan bisnis ilegal ini dengan melibatkan sebagian pengelola penjara.

Menurut Ketua BNN Gories Mere, saat ini 58 terpidana mati masih menunggu eksekusi. Ironisnya, kata Gories, setelah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika berlaku, tidak seorang pun terpidana mati itu dieksekusi. Padahal, sebanyak 58 terpidana mati ini divonis sebelum berlakunya UU tersebut.

Sumirat mengatakan, jumlah yang dihukum mati sebenarnya lebih banyak, mencapai 72 orang. Namun, entah mengapa, sebagian mendapat remisi, sebagian lain bahkan sudah bebas.

Menurut Sumirat, berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini, sanksi untuk pelaku sebenarnya lebih berat. ”Untuk yang terlibat memperdagangkan narkoba 5 gram saja, ancaman hukumannya, mati,” tegasnya.

Praktiknya, kata Gories, dua warga negara Malaysia yang menyelundupkan sabu 44 kg dari Malaysia tidak dihukum mati. ”Terpidana Lee Chen Hen cuma dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, sedangkan terpidana Lim Fong Ye diganjar penjara 20 tahun saja,” ucap Gories.

Bandingkan dengan 284 warga negara Indonesia yang dihukum mati di mancanegara dalam kasus yang sama tahun ini. Menurut Gories, sebanyak 271 orang di antaranya dihukum mati di Malaysia, sedangkan 13 lainnya dihukum mati di China.

Apa yang disampaikan para petinggi BNN ini seperti memburamkan harapan Indonesia bebas narkoba tahun 2015.

(WINDORO ADI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com