Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PT KAI Siapkan Penghalang Lain untuk Halau "Atapers"

Kompas.com - 26/01/2012, 03:09 WIB

Depok, Kompas - Penumpang di atap kereta api tetap menjadi perhatian pihak PT Kereta Api Indonesia. PT KAI terus melakukan beragam pendekatan kepada mereka yang dikenal dengan sebutan atapers itu. Tidak cukup dengan pemasangan bandul beton di Bekasi, PT KAI akan terus memasang penghalang lain agar tidak ada lagi penumpang di atap.

”Pemasangan penghalang itu sebenarnya tidak kami inginkan. Namun, apa boleh buat, aturan yang sudah ada tidak efektif untuk melarang mereka naik ke atap,” kata Kepala Humas PT KAI Daop I Mateta Rijalulhaq di sela-sela seminar nasional perkeretapian dengan tema ”Membangun Kereta Api Indonesia Masa Depan” di Balai Sidang Universitas Indonesia, Depok, Rabu (25/1).

Pemasangan penghalang lain kali ini dalam penggodokan. Beberapa alternatif penghalang sudah disiapkan. Namun, sebelum pemasangan penghalang di jalur kereta itu, PT KAI terus melakukan pendekatan kepada penumpang yang naik di atap.

”Kami juga sedang memperbaiki fasilitas kereta, seperti penambahan rangkaian gerbong yang semula delapan menjadi sepuluh gerbong,” kata Mateta.

Menyesuaikan dengan rencana itu, PT KAI juga memperpanjang peron di setiap stasiun. Saat ini, katanya, perbaikan sarana itu sudah dimulai. Beberapa fasilitas lain yang dibenahi adalah suplai listrik ke rangkaian kereta dan sinyal.

Menurut Mateta, pemasangan bandul beton tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Pasalnya, pemasangan bandul tersebut untuk mencegah penumpang naik ke atap kereta. Apalagi, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian juga tegas melarang penumpang naik di atap kereta. Dalam ketentuan yang sama juga diatur sanksi bagi penumpang di atap, yaitu hukuman penjara tiga bulan dan denda Rp 15 juta. ”Namun, hukuman ini tidak efektif. Buktinya, tetap saja orang melanggar dengan naik ke atap,” katanya.

Pemasangan bandul beton, lanjutnya, justru untuk menghindari musibah yang dialami penumpang.

”Dalam Undang-Undang tentang HAM disebutkan, hak seseorang akan terlindungi jika tidak melanggar aturan. Lalu, mana yang disebut sebagai pelanggaran HAM,” ujar Mateta.

Dia menargetkan pada awal Februari semua penumpang tidak lagi naik ke atap. Sebelum mencapai target itu, dia terus melakukan pendekatan kepada komunitas pengguna kereta api.

”Kalaupun masih ada penumpang yang bandel dan tetap naik ke atap, kami akan terus melakukan kampanye,” katanya.

Antoni dari Asosiasi Pengguna Kereta Api meminta agar penumpang di atap tidak dimusuhi, tetapi dianggap sebagai pasar yang dapat menghasilkan keuntungan. Karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih manusiawi agar mereka dapat menaiki kereta dalam gerbong.

Pengembangan jaringan kereta secara nasional selalu terbentur anggaran. Asril Syafei, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan KA Kementerian Perhubungan, mengatakan, pembangunan perkeretaapian saat ini masih belum menjadi prioritas utama, paling tidak terlihat dalam kebijakan anggaran pemerintah.

Tahun ini, anggaran kereta api secara nasional Rp 7 triliun. Dana ini sangat timpang dengan anggaran untuk infrastruktur jalan senilai sekitar Rp 28 triliun.

Jika kereta api diharapkan menjadi solusi angkutan massal, seharusnya ada anggaran yang cukup. Sayangnya, anggaran yang dialokasikan tahun ini belum termasuk anggaran untuk kegiatan operasional dan perawatan.

”Padahal, setiap tahun, paling tidak kami membutuhkan anggaran Rp 1,5 triliun,” katanya.

Dalam seminar ini sempat mengemuka pandangan harus ada gerakan mendesak pemerintah memberikan alokasi anggaran yang cukup untuk kereta api. Agus Pambagio, pemerhati kebijakan publik, menilai perhatian pemerintah mengenai transportasi tidak adil.

Pemerintah, katanya, terlalu memberi tempat bagi pembangunan jalan, sedangkan infrastruktur kereta api diabaikan. Hal ini tecermin dalam rencana pemerintah membangun enam ruas jalan tol di Jakarta dan sekitarnya. Pembangunan jalan ini paling tidak menelan biaya Rp 40 triliun.

”Berapa perhatian pemerintah untuk pembangunan infrastruktur kereta api ?” ungkapnya.

(NDY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com