Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Korupsi PAM Jaya Dilaporkan ke KPK

Kompas.com - 31/01/2012, 18:07 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Anti Swastanisasi Air Jakarta melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi dugaan korupsi pada pengelolaan air oleh Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya dengan dua rekanannya, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra). Diduga, negara merugi hingga Rp 561,4 miliar sepanjang 2010-2011 terkait pengelolaan air ini.

"Kita menduga ada semacam rekayasa oleh pihak PAM sendiri bekerjasama dengan swasta. Rekayasanya, beri kelonggaran target sehingga menambah keuntungan yang didapatkan swasta," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto di Jakarta, Selasa (31/1/2012).

Agus dan Reza (Koalisi Masyarakat untuk Hak Atas Air) mewakili Koalisi Masyarakat Anti Swastanisasi Air Jakarta. Menurut Agus, dugaan korupsi oleh PAM Jaya dan dua rekanannya ini berkaitan dengan proses rebasing atau proses penentuan nilai harga air dan target teknis lima tahunan yang dilakukan kedua belah pihak.

Diduga, terjadi penyimpangan dalam proses rebasing periode 2003-2007, dan 2008-2012 ini, sehingga menguntungkan pihak swasta dan menyebabkan harga air mahal. Sebagai gambaran, katanya, harga air di Jakarta untuk wilayah kerja Palyja mencapai Rp 7.800 per liter sementara wilayah Aetra mencapai Rp 6.800 per liter. Harga air ini jauh lebih mahal dibanding harga di Kota Surabaya yang hanya Rp 2.600 per liter dan di Bekasi seharga Rp 2.300 per liter.

Lebih jauh Agus mengatakan, rekayasa dalam proses rebasing dilakukan dengan cara melonggarkan target sehingga menguntungkan pihak swasta. "Pengurangan target terjadi pada target volume air yang terjual dan tingkat kebocoran. Pada volume air yang terjual, jumlahnya sengaja dikurangi sementara untuk tingkat kebocoran, presentasenya sengaja dinaikkan," ungkapnya.

Reza menambahkan, ada oknum PAM Jaya yang diduga memperoleh keuntungan pribadi dengan menyetujui penetapan harga dan target dalam proses rebasing tersebut. "Berdasarkan pemantauan kita, penyelidikan kecil-kecilan, kerjasama dengan serikat pekerja PAM Jaya, ternyata, orang-orang yang wakili PAM Jaya di rebasing itu mengalami peningkatan kekayaan di luar kewajaran," ujarnya.

Hal ini, menurut Reza, penting menjadi perhatian KPK. Pasalnya, masyarakat lah yang akan menjadi korban dari praktik penyimpangan ini. "Korban terbesar kontrak kerjasama ini adalah masyarakat kecil di Jakarta. Yangg tinggal di pesisir, paling besar membayar air," ucap Reza.

Selain itu, menurut Reza, PT PAM Jaya akan merugi karena harga air yang tinggi ini. Sampai sekarang, katanya, utang PT PAM kepada pihak swasta rekannya itu mencapai Rp 561,41 miliar. Utang ini akan menjadi beban Pemerintah Provinsi DKI dan Kementerian Keuangan jika PAM Jaya tidak mampu membayarnya.

Reza juga mengatakan, nilai imbalan untuk pihak swasta yang disepakati PAM Jaya itu terlalu tinggi. Berdasarkan perhitungan BPKP, tingkat keuntungan 22 persen yang diminta rekanan PAM Jaya, yakni PT Palyja dan PT Aetra, tidak wajar. Seharusnya, kata Reza, tingkat keuntungan bagi rekanan itu cukup 14,68 persen. Jika nilai tingkat keuntungan itu yang digunakan, harga air dapat turun sekitar 34 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com