Dialog sosial menjadi salah satu dari 17 syarat dalam empat elemen pendukung kesinambungan investasi di Indonesia dalam riset Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) yang disampaikan di Jakarta, Kamis (9/2). Riset ini melibatkan tim peneliti dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)-Kalibata, KSPSI-Pasar Minggu, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Pusat Analisis Sosial Akatiga Bandung.
Ekonom Senior ILO Geneva untuk Program Aktivitas Pekerja, Mohammed Mwamadzingo, mengatakan, dialog sosial terbukti efektif menyatukan pekerja dan pengusaha untuk memajukan perusahaan sekaligus meningkatkan kesejahteraan pekerja. Proses ini lebih baik daripada turun ke jalan karena pekerja dan pengusaha menyadari mereka memiliki kepentingan bersama.
”Kami menemukan fakta penting bagi mereka yang mengedepankan dialog sosial. Pekerja merasa lebih dihargai karena dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan perusahaan sehingga mempunyai rasa memiliki,” ujar Mwamadzingo.
Dalam tiga bulan terakhir, unjuk rasa buruh berkaitan dengan penetapan upah minimum terjadi di sejumlah daerah. Praktik pemborongan pekerjaan atau alih daya yang mengabaikan masa depan pekerja waktu tertentu juga menjadi masalah laten ketenagakerjaan nasional.
Dalam survei keempat konfederasi terhadap 216 pekerja, tujuh perusahaan berorientasi ekspor di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Para peneliti dari keempat konfederasi mengungkapkan, Indonesia memiliki cukup peraturan bagi pekerja untuk berserikat.
Akan tetapi, pada praktiknya, pemerintah membatasi hak kebebasan berserikat di daerah konflik. Jumlah federasi serikat pekerja yang mencapai ratusan dan serikat pekerja independen provinsi yang mencapai ribuan membuat rasio keterwakilan pekerja di Indonesia cukup rumit.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama pemerintah daerah kini sedang mendata ulang serikat pekerja.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Djimanto mengatakan, dalam kamus hubungan industrial, tidak ada kamus demonstrasi. ”Adanya adalah perundingan,” ujarnya.
Djimanto meminta serikat pekerja mengedepankan perundingan bipartit dengan pengusaha dalam hal apa pun. Djimanto mengatakan, unjuk rasa, terutama yang berjalan tidak tertib, bisa memperburuk citra Indonesia di mata investor sehingga merugikan semua pihak.