Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Kolong Jembatan Jadi "Penguasa" Jakarta

Kompas.com - 22/02/2012, 14:56 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Nama John Refra Kei (42) sudah tidak asing lagi dalam catatan hitam aparat kepolisian. John Kei, demikian pria ini akrab disapa, kerap dikait-kaitkan dengan beberapa kasus pembunuhan hingga penganiayaan yang terjadi antar loyalisnya dengan kelompok lainnya.

John Kei juga pernah divonis delapan bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada tanggal 11 Agustus 2008. Saat itu, John Kei bersama adiknya, Tito Refra, terlibat dalam penganiayaan dua pemuda di Maluku.

Sebelumnya, John pun sempat dikaitkan dengan pembunuhan Basri Sengaji, tokoh Maluku lainnya, di Hotel Kebayoran Inn, Jakarta Selatan, pada tanggal 12 Oktober 2004. Kendati demikian, perjalanan hidup John Kei terbilang pelik.

Meski tumbuh di keluarga yang berlatar kepolisian, John lebih memilih pergi dari rumah dan hidup mandiri dengan merantau. Dia bahkan pernah hidup di bawah kolong jembatan dan nyaris kelaparan karena tidak memiliki uang untuk membeli makanan.

Kabur dengan kapal barang

John Refra Kei adalah anak kelima dari enam bersaudara. Saudara John lainnya terdiri dari tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan. John lahir di Tutrean, Pulau Kei, Maluku Tenggara, pada 10 September 1969. John lahir di sebuah pulau dengan kebudayaan masyarakat pesisir yang jumlahnya mencapai 200.000 jiwa.

Di pulau itulah, John tumbuh dan mengenyam pendidikan bersama kakak dan adiknya. Ia tumbuh di lingkungan keluarga yang sangat disiplin. Ayahnya adalah seorang anggota Brimob sementara kakaknya sempat menjadi kapolsek di salah satu wilayah di Maluku.

Ketika beranjak dewasa, John yang dikenal adiknya, Tito, sebagai sosok yang sangat keras dan penyayang itu memang kerap terlibat pertikaian. "Tetapi, kalau di keluarga dia sangat penyayang dan humoris. Asal jangan diganggu, dia bisa jadi orang paling jahat," ungkap Tito dalam perbincangan dengan Kompas.com, Selasa (21/2/2012), di Rumah Sakit Polri Soekanto, Jakarta.

Tito menceritakan, ketika menginjak bangku sekolah menengah atas (SMA), tiba-tiba saja kakaknya itu memutuskan pergi dari rumah pada tahun 1986. "Itu pilihan hidup dia untuk merantau. Kami sekeluarga nggak keberatan karena dia laki-laki. Di adat kami, kalau laki-laki merantau sejauh-jauhnya tidak masalah. Dia bisa jaga diri," kata Tito.

Saat itu, dengan pakaian seadanya, John yang baru berusia belasan tahun nekat pergi keluar Maluku menuju Surabaya dengan menumpang kapal barang. Begitu tiba di sana, John sempat tinggal di rumah pamannya. "Namanya numpang kan disuruh macam-macam. Disuruh cuci, ngepel, ha-ha-ha. Dulu dia ngepel juga loh. Tapi akhirnya kakak saya nggak betah dan kabur lagi," ujar Tito.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com