Putusan terhadap Pepi dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Barat Moestofa, Senin (5/3). Terhadap putusan itu, Pepi melalui penasihat hukumnya, Asludin, menyatakan pikir-pikir. Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Pepi dengan hukuman penjara seumur hidup.
Dalam sidang terpisah, Ketua Majelis Hakim Encep Yuliadi menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara kepada Hendi. Ketua Majelis Hakim Supeno menghukum tiga tahun dan empat bulan penjara kepada Imam Firdaus. Hukuman itu dikurangi masa penahanan. Hendi sebelumnya dituntut 18 tahun penjara dan Imam Firdaus dituntut lima tahun penjara oleh jaksa.
Selain itu, empat terdakwa dalam perkara yang sama juga divonis oleh majelis hakim PN Jakarta Barat dalam sidang terpisah. Terdakwa Wartono divonis lima tahun dan enam bulan penjara, Ade Guntur divonis empat tahun penjara, Febri Hermawan divonis lima tahun dan enam bulan penjara, serta Mugiyanto divonis tiga tahun dan enam bulan penjara.
Dalam dakwaan sebelumnya, tim jaksa penuntut umum, antara lain Bambang Suharyadi dan Rini Hartatie, menjelaskan, tahun 2008 Pepi mengikuti kelompok taklim khusus di Aceh yang dipimpin Ustaz Abdul Rosyid alias Abu Kholis selaku amir atau pimpinan Negara Islam Indonesia (NII) wilayah Sumatera.
Periode 2008-2009, Pepi juga aktif memberikan taklim khusus kepada temannya di Jakarta. Misi kelompok terdakwa dalam organisasi NII adalah melakukan pembinaan dengan dakwah untuk mencari umat. Visinya, mendirikan NII yang dirintis Sekarmadji Marijan Kartosuwiryo.
Pepi juga mempelajari cara pembuatan bom melalui internet dan membaca buku-buku jihad.
Sekitar Agustus 2010, menurut jaksa, timbul ide terdakwa untuk membuat bom termos dengan isi bahan peledak dan telepon seluler sebagai penghubung. Bom termos itu akan diledakkan pada rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain itu, sekitar Maret 2011, timbul pula niat terdakwa untuk membuat bom berbentuk buku.
Asludin menilai hukuman terhadap Pepi dan Hendi terlalu berat. Apalagi, perbuatan terdakwa tidak menimbulkan banyak korban jiwa.