Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faisal-Biem Terus Maju

Kompas.com - 14/03/2012, 02:31 WIB

Jakarta, Kompas - Meskipun harus bekerja keras melengkapi dukungan, pasangan calon gubernur-wakil gubernur independen Faisal Basri-Biem Benjamin tetap mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta, Selasa (13/3). Pasangan ini optimistis akan memenuhi kekurangan 190.756 KTP sampai batas waktu 9 April.

”Kami masih punya sisa waktu untuk menggalang dukungan. Kalau satu hari terkumpul 10.000 dukungan, saya yakin kekurangan ini bisa ditutupi,” tutur Faisal.

Faisal mengatakan, ada dua hal yang menyebabkan dukungan terhadap pasangan ini gugur, yakni KTP kedaluwarsa dan tidak adanya pemberi dukungan saat verifikasi. Selain itu, dia mengakui, ada juga sejumlah dukungan yang tidak memenuhi syarat.

Sementara itu, pasangan Hendardji Soepandji-A Riza Patria akan menyerahkan dokumen pendaftaran pada Jumat mendatang. Hendardji sangat yakin dirinya akan lolos dalam verifikasi dukungan karena dia hanya tinggal menambah 14.839 KTP dukungan. ”Saya masih menyimpan banyak KTP dukungan. Saya akan serahkan 30.000 KTP dukungan lagi,” ujar Hendardji.

Dia sebenarnya yakin lolos dalam putaran pertama verifikasi. Hal ini disebabkan jumlah berkas dukungan yang diserahkan sangat banyak. Namun, ternyata banyak dukungan yang dicoret Panitia Pemungutan Suara (PPS) saat verifikasi faktual.

”Banyak praktik yang tidak benar, misalnya saja soal undangan verifikasi. Ada petugas PPS yang hanya menyerahkan blangko undangan kosong kepada tim sukses kami di lapangan,” kata Hendardji.

Pemberian blangko kosong ini tentu menyulitkan tim sukses karena mereka tidak hafal nama dan alamat pemberi dukungan.

”Seharusnya KPU sudah mencantumkan nama pada undangan verifikasi. Mereka yang pegang datanya, bukan kami,” ungkapnya.

Tidak sempurna

Sementara itu, Jamaluddin F Hasyim, Ketua Kelompok Kerja Pencalonan KPU DKI Jakarta, mengatakan, ada beberapa ketidaksempurnaan dalam proses verifikasi. Ketidaksempurnaan itu antara lain adanya ketidaklengkapan struktur pendukung di kelurahan. Namun, pihaknya sudah berusaha sebaik mungkin melakukan verifikasi.

”Bisa saja calon yang betul-betul mendukung ternyata tidak terverifikasi oleh berbagai sebab di lapangan. Kami selalu berusaha menempuh tiga tahap untuk verifikasi,” kata Jamaluddin.

Tahapan itu adalah memberikan undangan verifikasi untuk datang ke kelurahan, meminta tim sukses mendatangkan mereka ke kelurahan, dan petugas mendatangi rumah pendukung apabila pendukung tidak datang. Jika undangannya dibuat pada hari kerja dan ternyata pendukung tidak bisa datang, mereka akan didatangi pada malam hari atau akhir minggu.

”Jika ketiga tahapan ini sudah dilalui, tetapi pendukung itu tetap tidak bisa diakses, mau tidak mau nama itu dicoret,” paparnya.

Sementara itu, Ramdansyah, Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta, mengatakan, verifikasi sudah bermasalah sejak di hulu. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemilu Kepala Daerah tidak mengenal istilah faktual.

Namun, KPU menjadikan verifikasi faktual dan diikuti dengan Surat Keputusan KPU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pencalonan Perseorangan. ”Dengan aturan ini, KPU mengawasi produknya sendiri. Apakah dia konsisten atau tidak menjalankan aturannya sendiri,” katanya.

Masa sembilan hari untuk verifikasi di tingkat kelurahan seharusnya sudah diantisipasi sejak dini karena KPU DKI Jakarta tidak bisa membuat kebijakan sendiri atau mengubah kebijakan di atasnya. ”Maladministrasi bisa terjadi karena waktu yang sempit sehingga upaya maksimal untuk menemui warga secara faktual (bertemu langsung) menjadi kendala di lapangan,” kata Ramdansyah.

Dalam hal ini, Panwaslu mengusulkan dua hal kepada KPU DKI Jakarta untuk mengatasi masalah ini. Pertama, melakukan verifikasi perbaikan untuk memenuhi kuota 4 persen hingga April 2012 nanti. Kedua, KPU DKI, Panwaslu DKI, dan tim sukses duduk bersama mencari kesepahaman untuk menentukan apakah proses verifikasi sudah dijalankan dengan benar.

Begitu juga dengan hasilnya, apakah hasil yang diumumkan sudah benar. Panwaslu sendiri tidak bisa dibuat fait accompli menerima hasil KPU DKI jika selama proses tidak diberi akses oleh KPU, seperti yang terjadi di Jakarta Timur. Jajaran Panwaslu lapangan di Jakarta Timur kesulitan mendapatkan akses terkait dengan hasil verifikasi.

Hal ini berpotensi pelanggaran kode etik, di mana asa penyelenggara pemilu yang jujur, adil, profesional, transparan, dan akuntabel tidak dijalankan KPU Jakarta Timur. (ARN/ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com