Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Selalu Berwacana demi Menaikkan Harga BBM

Kompas.com - 21/03/2012, 20:20 WIB
Gandang Sajarwo

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Wacana program pembatasan pemakaian bahan bakar minyak dan program pengembangan bahan bakar alternatif (BBA) selalu dimunculkan oleh pemerintah setiap terjadi kenaikan harga minyak dunia yang memicu membengkaknya jumlah subsidi BBM dalam APBN. Namun, kedua program itu selalu hanya sebatas wacana.

Direktur Eksekutif Mubyarto Institute, Fahmy Radhi, Rabu (21/3/2012), di Yogyakarta, mengatakan, setelah memunculkan program-program wacana itu, pemerintah selalu memilih alternatif kebijakan yang paling gampang ditempuh, yakni menaikkan harga BBM. Setelah harga BBM naik, pemerintah akan melupakan program-program wacana tadi.

"Jika tahun berikutnya terjadi lagi kenaikan harga minyak dunia, pola kebijakan serupa terulang kembali, seperti yang tengah terjadi pada 2012 ini," kata Fahmy saat berbicara pada 90 Minutes Seminar on Knowledge Partnership dengan tema "Menyikapi Kebijakan BBM di Indonesia" di Kampus Universitas Gajah Mada, Rabu.

Fahmy menambahkan, pembatasan itu akan menghemat subsidi BBM sekitar Rp 165,3 triliun. Namun, dengan tidak adanya persiapan yang matang, rencana kenaikan harga itu justru dikhawatirkan lebih banyak mendatangkan mudarat daripada manfaatnya. Di tengah ketidakberdayaan Pertamina dalam menyediakan kebutuhan Pertamax, kata Fahmy, kebijakan itu justru akan memaksa bangsa ini semakin bergantung pada komoditas impor.

Menurut Fahmi, konsumsi bahan bakar jenis premium di Indonesia saat ini sekitar 23,2 juta kiloliter per tahun. Adapun produksi Pertamax dari kilang Pertamina hanya mampu menghasilkan sekitar 600.000 kiloliter per tahun. "Jika kebijakan pembatasan BBM subsidi tetap dilakukan dengan migrasi ke Pertamax tidak terelakkan lagi, impor Pertamax dalam jumlah yang sangat besar harus dilakukan," kata Fahmy.

Fahmi berpendapat, kenaikan harga BBM bersubsidi selalu memberikan dampak terhadap penurunan tingkat kesejahteraan rakyat, bahkan memberikan kontribusi dalam pemiskinan rakyat Indonesia. Pemberian kompensasi akibat kenaikan harga BBM dalam bentuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) kepada keluarga miskin dianggapnya tidak memadai untuk menutup kenaikan harga kebutuhan pokok yang dipicu oleh kenaikan harga BBM.

"Agar akselerasi proses pemiskinan dari dampak kenaikan harga BBM tidak terjadi, jumlah dana BLSM seharusnya dinaikan menjadi sebesar Rp 200.000 hingga Rp 250.000 setiap keluarga per bulan. Bukan hanya Rp 150.000 per bulan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com