JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Police Watch (IPW) khawatir jika TNI terlibat aktif dalam mengatasi aksi demo mahasiswa yang menolak penaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Ada tiga kekhawatiran kami jika TNI aktif, yakni pertama akan memicu provokasi mahasiswa untuk berbuat anarkis," kata Ketua Presidium IPW Neta S. Pane di Jakarta, Minggu (25/3/2012).
Kedua, lanjut Neta, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab akan memanfaatkan situasi itu untuk membuat benturan segitiga, antara demonstran, Polri, dan TNI. Kekhawatiran yang ketiga IPW adalah TNI dipakai sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan dan menzalimi rakyat, ujarnya.
Untuk itu, IPW mengimbau TNI bisa menahan diri agar tidak terlibat secara langsung dalam mengamankan aksi-aksi demo mahasiswa. Neta menegaskan bahwa TNI harus profesional sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU tentang Nomor 24 tahun 2004 tentang TNI.
"TNI jangan mau diperalat kekuasaan karena TNI adalah anak rakyat. Polri juga diimbau bersikap profesional, proporsional, tidak arogan, dan tidak represif dalam menyikapi aksi demo," kata Neta.
Imbauan ini disampaikan IPW karena aksi demo mahasiswa yang menentang kenaikan harga BBM kemungkinan bakal marak di berbagai kota, mulai 27 Maret hingga awal April 2012.
Polri dan TNI, menurut dia, harus paham bahwa aksi demo tersebut adalah untuk memperjuangkan nasib rakyat yang akan makin terjepit kehidupan ekonominya jika pemerintah menaikkan harga BBM.
"IPW memastikan keluarga besar Polri dan TNI juga akan kesulitan jika Pemerintah menaikkan harga BBM. Jadi, aksi demo mahasiswa tersebut juga bagian dari memperjuangkan nasib keluarga besar Polri," kata Neta.
Untuk menghindari pro dan kontra, Komisi III DPR harus segera memanggil Panglima TNI terkait dengan keberadaan aparat TNI di depan Istana Merdeka Jakarta dalam mengantisipasi aksi demo pada tanggal 22 Maret lalu.
"Dipakainya kekuatan militer untuk halau demonstran adalah penyimpangan dari undang-undang," kata Neta.