Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Encok Pak Raden Hilang Saat Bercerita

Kompas.com - 17/04/2012, 05:51 WIB
Oleh: Windoro Adi


”Aduuuh… maaf, encok saya kambuh. Saya tidak bisa ikut. Lain kali saja ya, Nak,” kata Pak Raden kepada Si Unyil dan teman-temannya sambil membungkukkan badan dan tangan memegang pinggangnya yang encok.

Masih ingat adegan Pak Raden dalam film Si Unyil saat ia diajak kerja bakti?

Saat Kompas mengunjungi rumahnya di Jalan Petamburan III Nomor 27, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (16/4) siang, Suyadi—yang lebih populer dipanggil Pak Raden—pun beralasan, ”Aduuuh, Mas… encok saya kambuh. Encok itu bahasa lain dari osteoporosis. Jadi, lain kali saja, ya?”

Ia beralasan, sudah beberapa hari ini kurang tidur karena terus melayani permintaan wawancara wartawan setelah ia memperkarakan soal hak cipta Si Unyil. ”Saya belum istirahat sejak subuh. Ini pun baru pulang dari dua stasiun televisi swasta,” tuturnya.

Namun, bagaimana kalau Pak Raden bercerita tentang lukisan-lukisan karya Pak Raden saja? Lukisan di ujung dinding itu, misalnya, Pak Raden?

”Ho-ho-ho… itu lukisan saya tentang lahirnya Gatotkaca. Dalam lukisan tersebut tampak Gatotkaca yang baru saja muncul dari Kawah Candradimuka, dikeroyok pasukan raksasa Patih Sekipu dari Kerajaan Imo Imantoko,” cerita Pak Raden bersemangat.

Ia lupa akan encoknya. Pak Raden pun bercerita tentang siapa Gatotkaca yang adalah idolanya saat kecil. ”Hanya ada satu kemungkinan saat seseorang masuk Kawah Candradimuka. Hancur lebur atau bangkit menjadi manusia baru yang sakti mandraguna. Kawah Candradimuka itu seperti pahit getirnya kehidupan. Hanya orang yang mampu belajar dan melewati pahit getirnya kehidupan yang bisa menjadi orang yang unggul seperti Gatotkaca,” ujar Pak Raden.

Tanpa dikomando, lulusan Institut Teknologi Bandung (1952-1960) itu lalu menjelaskan lukisan yang ada di sebelahnya. ”Nah, lukisan saya berikutnya tentang perang kembang Bambangan-Cakil (pertikaian antara Arjuna dan raksasa Cakil). Apa pun lakon wayangnya, selalu ada adegan perang kembang dan adegan goro-goro (babak humor tampilnya Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong),” tuturnya.

Tak terasa, sudut bibir pria kelahiran Puger, Jember, Jawa Timur, 28 November 1932, itu mulai berbusa saat menceritakan lukisan berikutnya yang bertema kisah cinta Pranacitra-Rara Mendut yang bak kisah cinta Romeo dan Juliet. Dalam lukisan itu Pak Raden menggambar Rara Mendut menghunus keris ke tubuhnya di depan jenazah sang kekasih, Pranacitra.

”Lukisan ini tidak akan saya jual kecuali kondisi kepepet banget,” ucap anak ketujuh dari sembilan bersaudara ini.

Sambil menunjuk ke lukisan perkelahian antara Srikandhi dan Mustokoweni, Pak Raden menjelaskan tentang kesulitannya saat melukis Srikandhi hendak memanah Mustokoweni. ”Kalau posisi seorang pria memanah itu jelas. Namun, kalau dalam budaya Jawa, posisi memanah seorang perempuan lebih sulit digambarkan. Gara-gara ini, lukisan itu saya selesaikan sekitar dua bulan,” ujarnya.

Pak Raden lalu beralih ke lukisan berikutnya, lukisan tentang suasana di ruang rias perempuan dari sela pintu. Ia mengatakan, ruang rias ini adalah bagian dari bangunan pertunjukan wayang orang Tritunggal di Kosambi, Bandung, Jawa Barat, yang terletak di gang sempit.

”Kalau banjir, mereka tidak bisa tampil karena bangunannya terendam air. Para penari berias di ruang itu dengan penerangan lampu minyak,” kata pria yang pernah belajar animasi di Perancis pada 1961-1963 itu.

Tiba-tiba Pak Raden terdiam. Kedua matanya berkaca-kaca. Setitik air keluar dari sudut kelopak kiri mata Pak Raden. ”Sedih saya kalau mengingat betapa terseok-seoknya nasib para pejuang budaya adiluhung itu,” ucapnya pendek.

Pak Raden pun mengaku, semua lukisan tentang pertunjukan wayang orang itu bersumber pada pengalamannya melihat keseharian di sekitar bangunan pertunjukan wayang Tritunggal di Kosambi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com