DKI JAKARTA, KOMPAS.com — Pasangan Hidayat Nur Wahid dan Didik J Rachbini ingin mengubah pola penanganan sampah yang ada di Jakarta. Pola yang ada selama ini dianggap membebani wilayah lain dan kurang mendidik masyarakat Jakarta.
"Pola yang ada sekarang kumpul-angkut-buang. Kami ingin ubah pola itu. Pengolahan akan mulai dari hulunya," kata Didik saat memaparkan program penanganan sampah di Media Center Hidayat-Didik, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (7/5/2012).
Dengan pola lama tersebut, penanganan sampah benar-benar mengandalkan Bantar Gebang sebagai tempat pembuangan akhir (TPA) dan tiga stasiun pengolahan antara (SPA) di Cilincing, Cakung, dan Marunda. Hal itu membuat penanganan sampah membebankan daerah lain, yakni Bekasi, sekaligus tidak mendidik warga.
"Penanganannya akan kami mulai di hulunya langsung, di kelurahan dan perkantoran," papar Didik.
Ia menjelaskan, dalam sehari ada 7.000-7.500 ton sampah yang dihasilkan Jakarta. Jumlah tersebut meningkat 10 persen setiap harinya. Dari jumlah tersebut, 55 persen adalah sampah rumah tangga, 35 persen sampah industri serta perkantoran, dan 5 persen sisanya dari pembuangan pasar.
Seluruhnya diangkut untuk kemudian dibuang ke Bantar Gebang. Hal ini cukup memakan biaya transportasi dan juga mempengaruhi arus lalu lintas di kawasan menuju TPA. Karena itu, pihaknya akan mulai mengembangkan sistem pengolahan sampah dari hulu agar yang sampai ke hilir di TPA akan semakin berkurang.
"Caranya, sampah dipilah dulu jadi dua dan dipisahkan di tempat sampah berbeda, tempat sampah orgnik dan tempat sampah anorganik," kata Didik.
Penerapan pertamanya akan dilakukan di kawasan perkantoran dan industri. Alasannya, lokasi tersebut sudah memiliki tata aturan dan lebih mudah dikontrol. Peraturan dari pihak pemerintah juga akan dibuat untuk mendukung penerapan aturan pengolahan sampah.
"Tentu saja kita membutuhkan dukungan warga Jakarta. Karena itu, pada tahap awal kami akan memberikan arahan dan pelatihan kepada warga mengenai pengolahan sampah," tutur Direktur Program Pascasarjana Universitas Mercu Buana itu.
Sampah organik, lanjut Didik, memiliki nilai ekonomis yang belum disadari banyak warga Jakarta. Pengolahan sampah organik bisa dikembangkan menjadi industri rumah tangga. Sebab itu, pelatihan khusus tentang pengolahan sampah organik akan ikut diberikan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.