Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Sudah Tepat Bangun MRT?

Kompas.com - 09/05/2012, 19:00 WIB
Sutta Dharmasaputra

Penulis

XIAMEN, KOMPAS.com - Jakarta, dalam waktu dekat, akan segera memulai pembangunan kereta api cepat (Mass Rapid Transit).

Proyek ini perlu dipertimbangkan dengan masak-masak. China, tahun-tahun belakangan ini justru lebih mengembangkan pembangunan sistem transportasi berbasis bus (BRT), ketimbang MRT karena pertimbangan efisiensi dan prosesnya lebih singkat.

Di Xiamen, China, misalnya, pembangunan infrastruktur yang semula disiapkan untuk LRT, malah kemudian diubah dan digunakan untuk BRT. Institute for Transportation and Development (ITDP).

Indonesia secara khusus mengunjungi Xiamen, China untuk mempelajari itu. BRT di Xiamen yang mulai beroperasi tahun 2008 ini akhirnya menjadi BRT layang pertama di dunia. Koridornya sangat panjang dan menyeberangi laut karena Xiamen berupa pulau.

"Ini bisa dijadikan pelajaran berharga untuk Indonesia yang sekarang ini juga mulai membangun MRT yang tahap pertama menghabiskan anggaran Rp 17 triliun," kata Country Director ITDP Indonesia, Yoga Adiwinarto, saat melihat stasiun BRT layang di Xiamen, Rabu (9/5) kepada wartawan Kompas Sutta Dharmasaputra.

Hadir juga Kepala Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta Udar Pristono, Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Wahyono, dan Kepala Badan Layanan Umum Transjakarta M Akbar, serta Zhu Xianyuan dari ITDP China. Pembangunan tahap pertama, Lebak Bulus-Hotel Indonesia akan menelan biaya Rp 17 triliun.

Dananya berasal dari pinjaman Jepang dan ditargetkan dapat dioperasikan tahun 2016. Sistem transportasi massal berbasis MRT ini memang sangat mahal bila dibandingkan dengan LRT, kereta rel layang, apalagi dibandingkan dengan BRT, sistem transportasi massal berbasis bus atau biasa dipanggil busway.

Sebagai gambaran betapa ekonomisnya BRT dibanding sistem transportasi lain, dengan biaya sama bisa membangun jalur BRT sepanjang 426 km, sedangkan untuk LRT sepanjang 40 km, dan MRT hanya sekitar 7 km.

Pristono juga mengakui bahwa BRT memang lebih ekonomis. Namun, menurutnya, MRT tetap diperlukan seperti juga yang dilakukan kota-kota metropolitan di dunia. BRT dan MRT itu bisa saling melengkapi. "Dengan MRT, kota metropolitan jadi tambah cantik," ucapnya.

Menurut Pristono, MRT tetap diperlukan di Jakarta karena daya angkutnya yang besar yaitu sekitar 100.000 penumpang/jam/arah. Sedangkan LRT hanya sekitar 50.000-80.000, dan BRT 5.000-40.000 seperti di Bogota.

Yoga berpendapat, MRT di Jakarta memang bisa dilanjutkan. Namun, kalau di tengah jalan ternyata mengalami kesulitan pembiayaan, pengalaman di Xiamen ini bisa dijadikan pelajaran berharga. Infrastruktur yang sudah dibangun ternyata bisa juga digunakan untuk BRT meski tidak sempurna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com