Cilegon, Kompas -
Praktik pungutan liar (pungli) itu sangat membebani pengguna jasa yang sudah kehilangan waktu dan uang jalan akibat kemacetan.
”Jika tidak ada kemacetan, setiap pulang saya bisa bawa pulang uang Rp 500.000. Kalau kena macet sampai dua-tiga hari di sini, paling cuma bisa bawa Rp 200.000 karena terpotong untuk makan minum selama menunggu antrean,” kata Nur, sopir truk pengangkut kelontongan, di Tol Merak-Jakarta, Kota Cilegon, Banten, Rabu (30/5).
Oknum mengutip
Dari penuturan Nur, ada oknum yang kerap memanfaatkan kesempatan setiap kali terjadi kemacetan panjang truk di Merak. Mereka mengutip imbalan dengan kisaran Rp 100.000 hingga Rp 200.000 untuk mempercepat kendaraan masuk ke pelabuhan dan naik ke kapal yang bersandar di dermaga.
”Pemerintah seharusnya mencari cara agar jangan sampai terjadi kemacetan truk. Kalau semua lancar, kemungkinan pungli pun kecil,” kata Nur.
Ia mencontohkan, saat tidak ada kemacetan dan Pelabuhan Merak lengang di hari Minggu, kendaraan yang masuk ke pelabuhan dapat langsung memilih dermaga dan naik ke kapal.
Sementara itu, polisi sudah memeriksa 140 saksi untuk mengusut kasus amuk sopir di Pelabuhan Merak pada Minggu malam. Sebanyak 115 saksi berasal dari sopir dan kernet, 15 anggota staf PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Merak, serta 10 petugas satuan pengamanan.
Saat mengadakan inspeksi mendadak di Pelabuhan Merak kemarin, Menteri Perhubungan EE Mangindaan juga meminta agar antrean truk di Merak diatur dengan baik dan jangan ada pilih kasih atau menggunakan pengawal (supaya kendaraan mendapat prioritas).
”Jangan coba-coba pungli. Pasti tindakannya akan tegas,” kata Mangindaan.